
Surabaya, Investigasi.today – Bebas Pekerjaan Rumah (PR) sekolah di Kota Surabaya resmi berlaku mulai besok, Kamis (10/11/2022). Pemberlakuan kebijakan ini bertepatan dengan Hari Pahlawan.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi menyatakan, dihapusnya PR sekolah diharapkan bisa memberi ruang bagi anak usia sekolah untuk berkreasi. Para siswa tidak lagi dibebani PR sehingga punya waktu untuk pengembangan diri dan bersosialisasi.
“Karakter anak akan terbentuk nanti, karena anak butuh kasih sayang orangtua. Yang menjadikan anak ini pemimpin yang luar biasa adalah kasih sayang orang tua,” kata Eri, Rabu (9/11/2022).
Berangkat dari itu, Eri mengajak para orangtua untuk bersama membentuk karakter anak. Karena sejatinya, pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah.
“Sebetulnya pendidikan tidak hanya dibebankan kepada guru di sekolah, tetapi orangtua juga bertanggung jawab dalam proses pembentukan karakter anak,” ujar Eri.
Eri pun memahami jika ada sebagian orangtua yang justru khawatir dengan ditiadakannya PR sekolah. Dia menganggap kekhawatiran tersebut sebagai hal wajar mengingat mungkin para orangtua belum memahami kebijakan ini.
Sebenarnya, kata Eri, PR sekolah tidak benar-benar dihapus. Tetapi, PR diganti dengan materi pembentukan karakter yang bisa dijalankan di luar sekolah.
“Berarti orangtua harus sadar betul, ketika anaknya di sekolah mendapatkan pendidikan, ada PR, setelah itu diselesaikan di sekolah,” jelas Eri.
Selain itu, kekhawatiran orangtua cukup beralasan. Mereka, kata Eri, menilai penghapusan PR malah bisa mendatangkan dampak buruk, salah satunya membuat anak jadi lebih suka bermain daripada belajar.
“Maka orangtua juga harus mendidik anak-anaknya untuk memiliki karakter sebagai calon pemimpin bangsa nanti,” katanya.
Selanjutnya, dia mengimbau para orangtua bersama-sama membentuk karakter pada siswa. Sehingga tugas pendidikan tidak sepenuhnya diserahkan kepada sekolah namun juga ada keterlibatan dari orangtua.
Dia pun menegaskan karakter anak adalah tanggung jawab dari sekolah serta pemerintah. Namun begitu, orangtua memegang peranan yang jauh lebih penting.
“Jangan dibebankan anak dengan PR karena orangtua tidak mampu untuk mendidik, tetapi mereka harus hadir agar anak tidak individualistik,” pungkasnya. (Laga)