
Surabaya, Investigasi.today – Menggagas sebuah inovasi baru menjadi salah satu peranmahasiswa dalam memecahkan permasalahan di masyarakat. Kali ini, inovasi hadir dari lima mahasiswa Institut TeknologiSepuluh Nopember (ITS) yang membuat gagasan inovasiteknologi sensor bawah laut yang diaplikasikan pada perairanperbatasan Indonesia.
Mereka adalah Wildan Muhammad Mursyid (Teknik Material 2017), Ghifari Hanif Mustofa (Teknik Mesin 2017), Ahmad Fahmi Prakoso (Teknik Material 2018), Edo Danilyan (Biologi2018), dan Aldiansyah Wahfiudin (Teknik Material 2018). Bekerja sama dalam satu tim, mereka menggagas inovasi yang bernama Humanless Underwater Sensors Technology (HUST).
Wildan Muhammad Mursyid, ketua tim tersebut mengatakanbahwa HUST merupakan inovasi teknologi sensor bawah lautyang diaplikasikan di daerah perairan perbatasan Indonesia. Alatini berfungsi untuk mendeteksi masuknya kapal tanpa izin resmike perairan Indonesia atau kapal yang dicurigai melakukanillegal fishing. “Selain itu, HUST juga dapat digunakan untukmendeteksi bencana laut seperti gempa laut dan tsunami,” ujarnya.
Wildan menjelaskan, ide tersebut muncul karena beberapasebab. Salah satunya adalah banyaknya kasus illegal fishingyang terjadi di perairan Indonesia. Hal tersebut mengakibatkanIndonesia mengalami kerugian di bidang ekonomi. Jika hal initerus dibiarkan maka dapat menyebabkan biomassa ikan di perairan Indonesia juga cepat menurun.
Wildan mengatakan bahwa saat ini Indonesia belum memilikipengembangan teknologi sensor dan pendeteksi gempa di bawahlaut. Indonesia hanya memiliki sensor deteksi (seismic network) yang hanya diletakkan di daerah daratan. Oleh karena itu, HUST diharapkan dapat menjadi sarana dalam peletakan sensor deteksi(seismic network) di wilayah perairan, sehingga dapatmeningkatkan akurasi sistem deteksi yang sudah ada.
Mahasiswa asal Klaten ini mengungkapkan, HUST bekerjamenggunakan beberapa mekanisme sensor. Di antaranya adalahsensor gempa untuk mendeteksi getaran dasar laut, sensor logamuntuk mendeteksi kapal yang mendekat, dan sensor ID untukmendeteksi Transmitter ID yang sudah memiliki izinpenangkapan ikan di wilayah perbatasan. “Ketiga sensor tersebut memiliki peran masing-masing dalam penggunaanya,” tuturnya.
Mahasiswa angkatan 2017 ini memaparkan bahwa dalampenggunaannya HUST dapat mendeteksi empat kondisi. Diantaranya adalah kondisi normal, terdeteksi getaran, terdeteksikapal berizin, dan terdeteksi kapal ilegal. Data yang diperoleholeh HUST akan dikirimkan ke posko pemantauan melaluitransmitter signal. Selanjutnya, data tersebut diolah dandivalidasi menggunakan citra satelit pada daerah koordinatdeteksi.
Alumnus SMA Negeri 1 Sukoharjo ini melanjutkan, posko iniakan menindaklanjuti data yang tervalidasi oleh deteksi getarandan deteksi kapal ilegal. Posko tersebut mengirimkan personeluntuk menindak tegas kapal yang memasuki perairan Indonesia tanpa izin resmi. Selain itu, posko juga mengirimkanpemberitahuan kepada Badan Meteorologi, Klimatologi, danGeofisika (BMKG) agar segera dianalisa kemungkinantimbulnya tsunami saat tervalidasi deteksi getaran.
Berkat inovasinya tersebut, mereka berhasil mengharumkannama ITS dalam perlombaan internasional World Invention and Competition Exhibition (WICE) 2020, pada 12 September lalu. Dalam perlombaan yang berlangsung selama lima hari tersebut, Wildan bersama timnya mendapatkan gold medal dalamkompetisi yang diselenggarakan oleh Indonesian Youth Scientist Association (IYSA) dan SEGI College Subang Jaya Malaysia. Tidak hanya itu, mereka juga meraih special award dariMalaysia Innovation, Invention, & Creativity Association (MIICA).
Wildan berharap inovasi ini dapat menjadi rekomendasiteknologi untuk pemerintah dalam menanggulangi permasalahanillegal fishing. Selain itu, Ia juga berharap inovasi ini dapatmeningkatkan sistem pendeteksi bencana di Indonesia. “Denganmanfaatnya yang besar bagi Indonesia, saya berharap agar ide kami bisa terealisasikan,” pungkasnya penuh harap. (Lg)