Jakarta, Investigasi.today – Kinerja intermediasi perbankan terus tumbuh meski dibayangi risiko pemburukan ekonomi global. Bank Indonesia (BI) mencatat penyaluran kredit pada bulan lalu mencapai Rp 6.314,4 triliun. Tumbuh 11,7 persen secara year-on-year (YoY).
“Peningkatan penyaluran kredit terjadi baik pada nasabah korporasi sebesar 14 persen YoY maupun perorangan 10,4 persen YoY,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono kemarin (23/11).
Berdasar jenis penggunaan, kredit investasi tumbuh signifikan sebanyak 14,2 persen secara tahunan menjadi Rp 1.642,3 triliun. Kenaikan didorong sektor pertambangan dan penggalian yang terkerek 99,7 persen YoY. Khususnya, subsektor minyak dan gas bumi di Riau dan Kalimantan Barat.
Gubernur BI Perry Warjiyo menuturkan, kenaikan suku bunga perbankan, baik dana maupun kredit, masih terbatas. Suku bunga deposito 1 bulan pada Oktober 2022 sebesar 3,4 persen. Sedangkan suku bunga kredit meningkat dari 8,94 persen menjadi 9,09 persen.
“Masih terbatasnya kenaikan suku bunga tersebut seiring dengan likuiditas yang masih longgar sehingga memperpanjang efek tunda atau efek transmisi suku bunga kebijakan pada dana dan kredit,” beber pria asal Sukoharjo tersebut.
Sementara itu, realisasi kredit Bank Mandiri secara konsolidasi menjadi yang terbaik di antara bank Himbara lainnya. Bank berlogo pita emas itu berhasil tumbuh 14,28 persen YoY mencapai Rp 1.167,51 triliun.
Kredit korporasi yang menjadi pilar utama bisnisnya. Yakni, naik 12,2 persen YoY menjadi Rp 410 triliun per akhir September 2022.
“Kami tetap fokus pada sektor yang prospektif dan merupakan bisnis turunan dari ekosistem segmen wholesale di setiap wilayah,” ucap Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) membukukan pertumbuhan kredit mencapai 9,1 persen YoY menjadi Rp 622,61 triliun. Direktur Utama BNI Royke Tumilaar meyakini realisasi kinerja perseroan bakal positif hingga akhir 2022.
Royke mengakui, prospek ekonomi domestik berpotensi tidak lagi seimpresif semester pertama. Namun, melihat indikator makroekonomi Indonesia akan cukup sehat dibandingkan negara lain. Inflasi hingga Oktober berada di level 5,71 persen.
Angka tersebut masih cukup wajar untuk ukuran negara berkembang. “Dan, tahun depan diperkirakan membaik di bawah 4 persen,” ucapnya.
Meskipun tren perlambatan ekonomi global cukup mengkhawatirkan, perekonomian Indonesia diperkirakan relatif stabil. Indikator kestabilan eksternal ekonomi Indonesia pun terus membaik. Terutama dari cadangan devisa yang kuat serta tingkat eksposur utang luar negeri yang rendah.
“Tentu kita perlu mewaspadai potensi meningkatnya risiko yang akan dihadapi perekonomian dan perbankan Indonesia ke depan. Karena itu, perseroan mengambil langkah proaktif untuk menjaga profitabilitas dapat sustain dalam jangka panjang,” paparnya.
PERKEMBANGAN KREDIT PER OKTOBER 2022
Berdasar Golongan Debitur
– Korporasi: Rp 3.258,8 triliun (naik 14 persen)
– Perorangan: Rp 3.007,5 triliun (naik 10,4 persen)
– Lainnya*: Rp 48,1 triliun (minus 31,2 persen)
Total: Rp 6.314,4 triliun (naik 11,7 persen)
Berdasar Jenis Penggunaan
– Modal kerja: Rp 2.876,8 triliun (naik 12,2 persen)
– Investasi: Rp 1.642,3 triliun (naik 14,2 persen)
– Konsumsi: Rp 1.795,3 triliun (naik 8,7 persen)
Keterangan *: Mencakup pemda, koperasi, yayasan, dan swasta lainnya. (Slv)