Sampang, investigasi.today – Anggota dewan memarahi petugas rumah sakit di Sampang lantaran mendapat laporan pasien pengguna BPJS tetap dipungut biaya. Aksi anggota dewan tersebut sempat terekam kamera dan beredar di media sosial.
Saat mendatangi rumah sakit, anggota dewan tersebut tampak bersama dengan keluarga pasien BPJS asal Desa Tobai Barat, Sokobanah Sampang. Mereka memprotes terkait penarikan uang Rp 1 juta kepada keluarga pasien.
Anggota dewan yang memarahi pihak rumah sakit tersebut diketahui bernama Ikbal Fatoni Anggota komisi 4 DPRD Sampang. Saat dikonfirmasi, ia membenarkan insiden tersebut.
“Iya itu beberapa hari yang lalu di Rumah Sakit ketapang, itu karena kami dapat laporan dari salah satu keluarga pasien BPJS yang mengeluhkan masih keluar biaya sebesar satu jutaan,” kata Ikbal, Jumat (25/11).
Pria yang akrab disapa Fafan ini mengaku emosi lantaran saat ditanya pihak rumah sakit mengelak penarikan biaya tersebut. Ia pun geram karena rumah sakit terkesan mencari untung.
Padahal pasien BPJS sesuai aturan Universal Health Coverage (UHC) seharusnya bebas dari biaya. Namun dalam kasus ini, ada pihak pasien yang tetap dipungut biaya.
“Inikan aneh rumah sakit membuat aturan sendiri masak dengan alasan HB (hemoglobin) di atas 8,2 pasien BPJS, harus masuk umum. Padahal di BPJS tidak ada peraturan tersebut,” tandas Fafan.
Terpisah, RSUD Ketapang, Sampang buka suara terkait tuduhan memungut biaya pasien pengguna BPJS. Manajemen membantah semua tuduhan tersebut. Menurutnya hal itu merupakan kesalahpahaman semata.
“Kami punya bukti rekaman CCTV-nya. Kalau keluarga pasien tidak pernah menyerahkan uang ke petugas kami. Keluarga pasien justru berkomunikasi dengan pihak ketiga yang mengambil darah ke PMI Bangkalan. Jadi tidak benar kalau petugas melakukan pungli,” kata Kabid Humas RSUD Ketapang dr Syafril Alfian Akbar.
Menurut Syafril, uang sebesar Rp 1.020.000 itu diberikan keluarga pasien kepada warga atau pihak ketiga. Warga tersebut biasanya yang menawarkan jasa membantu pasien untuk mengambil darah ke PMI Bangkalan dan mengambil biaya transportasi.
“Dalam kuitansi tersebut hanya tertera biaya penebusan darah sebesar Rp720 ribu. Sedang Rp 300 ribu masuk kantong pribadi pihak ketiga untuk jasa transportasi pengambilan darah. bukan masuk ke instansi, baik ke RSUD maupun PMI. Sepeserpun kami tidak terima,” tegas Syafril.
Pihaknya menyebut kejadian tersebut sebagai sebuah kesalahpahaman dan bukan pungli rumah sakit. Pasien sendiri tiba di rumah sakit pada Selasa (15/11) pukul 15.00 WIB. Saat itu, pasien beserta keluarga tiba di ruang instalasi gawat darurat (IGD).
Usai registrasi, pasien terdaftar sebagai penerima bantuan iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kelas III. Namun pada pemeriksaan darah di laboratorium, hemoglobin pasien diketahui 8,2. Sehingga nakes rumah sakit mengarahkan pasien untuk menggunakan pelayanan umum.
“Di sinilah kesalahan petugas kami. Karena petugas kami salah memahami tentang aturan BPJS dan tidak konsultasi ke manajemen. Sehingga hal tersebut terjadi,” terang Syafril.
“Untuk penebusan darah Rp 720 ribu, tetap akan diganti, namun biaya itu akan diklaimkan ke BPJS terlebih dahulu. Sementara untuk biaya transportasi tidak bisa diganti. Soalnya yang Rp 300 ribu bukan masuk ke PMI, tapi masuk ke pihak ketiga yang mengambilkan darah,” tandas Syafril. (Fathor)