Sidoarjo, investigasi.today – Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur bersama Kepolisian Resor Kota (Polresta) Sidoarjo mengamankan seorang pelaku berinisial MLH yang diduga menjalankan praktik pengoplosan beras premium dengan beras medium.
Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol) Nanang Avianto dalam jumpa pers Sidoarjo, Jawa Timur, Senin, mengatakan bahwa modus operandi pelaku adalah dengan mencampur satu kilogram beras premium dengan 10 kilogram beras dengan kualitas medium.
“Pelaku kemudian menjualnya dengan label dan harga premium dengan harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp14.900 per kilogram di wilayah sekitar Sidoarjo dan Pasuruan,” kata Nanang.
Ia menyatakan praktik tersebut telah dilakukan MLH selama lebih dari dua tahun, meski pada kenyataannya polisi menilai MLH tidak memiliki kompetensi dalam memproduksi beras premium.
Selain itu, pelaku juga menggunakan label sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) dan logo Halal yang ternyata tidak dimiliki perusahaannya.
Nanang juga menjelaskan bahwa dalam satu hari, pabrik beras milik LH di bawah naungan perusahaan miliknya, CV Sumber Pangan Grup dengan merek beras SPG, bisa memproduksi 12 hingga 14 ton beras oplosan.
Menurut Nanang, dari penangkapan pada 29 Juli 2025 lalu tersebut, polisi menyita beras sebanyak 12,5 ton yang dibungkus dalam kemasan 25 kilogram dan kemasan lima kilogram.
Selain itu juga bahan baku beras pecah kulit, bahan baku beras pandan wangi, serta alat produksi seperti timbangan, dan kendaraan operasional pabrik.
Ia menegaskan pihak kepolisian beserta Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Timur akan terus melakukan pengawasan melalui patroli dan sidak rutin ke pasar-pasar tradisional sekaligus agen distribusi beras demi memastikan hal serupa tidak terulang.
Terhadap pelaku polisi menjerat pelaku dengan sejumlah pasal, antara lain Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen Pasal 8 Tahun 1999, Pasal 62 Junto Pasal 8 ayat (1a ) dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak sebesar Rp2 miliar.
Serta Pasal 144 junto Pasal 100 ayat 2 UU No 18 Tahun 2012 dengan ancaman penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp6 miliar.
Selain itu Nanang menjelaskan bahwa pelaku juga dapat dijerat dengan UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian Nomor 20 Tahun 2014, Pasal 68 junto Pasal 26 ayat 1 dengan ancaman pidana paling lama delapan tahun dan denda paling banyak Rp7,5 miliar.
“Kami mengimbau masyarakat agar lebih cermat dalam memilih beras. Serta bagi pelaku usaha pangan untuk tidak melakukan praktik manipulasi mutu, serta memastikan seluruh proses produksi memenuhi standar nasional dan ketentuan hukum yang berlaku ,” katanya.
Sementara itu Kepala Polresta Sidoarjo Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Christian Tobing menambahkan bahwa kerugian negara akibat tindak pidana tersebut mencapai angka Rp13 miliar.
Tobing juga menyatakan saat ini pihaknya terus melakukan proses penarikan beras oplosan tersebut dari peredaran di toko-toko maupun agen-agen penjualan beras di wilayah Sidoarjo hingga Pasuruan.
“Kami akan terus mendalami kasus ini termasuk mendalami keterkaitan pihak lain seperti pemasok bahan baku dan distributor di wilayah Sidoarjo dan Pasuruan,” kata Tobing. (Lg)