Tulungagung, Investigasi.today – Kendati sudah berjalan berbulan-bulan lamanya, penambang pasir liar yang beroprasi di sepanjang Sungai Brantas Kabupaten Tulungagung ini semakin tumbuh subur. Bahkan, para penambang pasir liar
tersebut pun dengan leluasa mengoperasikan mesin pengeruknya (bego, red) serta ratusan mesin
ponton penyedor pasir. Namun, bebasnya penambang pasir liar tersebut disinyalir ada kong kalikong
dengan oknum yang sudah terkoordinir rapi.
Ironisnya, mereka para penambang liar ini dengan enaknya menambang pasir tanpa berpikir pada
dampak lingkungan. Bahkan, kini, akibat dampak penyedotan pasir yang tak terkendali di Sungai
Brantas tersebut, pondasi Jembatan Ngujang pun terlihat menggantung. penyebabnya, tak lain mesin
penyedot pasir telah memperdalam aliran Brantas dan meningkatkan kecepatan air. Tidak itu saja,
sebagian tanah milik warga masyarakat sekitar sungai ini pun terkikis akibat erosi sungai.
Sementara maraknya penambang liar ini dipicu setelah pihak PT. WIKA mendapat ‘restu’ alias izin
penambangan pasir di Sungai Brantas, yakni tepatnya di timur Jembatan Ngunjang. Mengetahui hai
tersebut, ratusan penambang liar langsung berbondong bondong ikut menambang pasir. Sementara
hasil penambangan pasir dari Sungai Brantas tersebut dijual seharga Rp. 750.000 per trucknya pada
pembeli.
Pasir pasir itu dijual kembali oleh pembeli di wilayah sekitar Tulungagung, Kediri, Nganjuk dan
Trenggalek. Setiap harinya ratusan truck itu datang dari berbagai wilayah sekitar Tulungagung berjejer
antrian guna mendapatkan pasir disepanjang jalan Sungai Brantas. Mereka, para sopir, saban hari
mampu mengankut dua kali dan per trucknya kisaran 8 kuwibik atau dengan berat kisaran 22 ton.
‘’Kulo tumbas sangking lokasi mriki reginipun pitungatus seket ewu, pak. (Saya beli dari lokasi ini
harganya tujuh ratus lima puluh ribu, pak. Nek nyade teiang lintu, nggeh tergantung jarak tempuhipun
(kalau menjual ke orang lain, ya tergantung jarak tempuhnya),’’ujar Brodin, warga Kota Trenggalek, dari
salah satu sopir truck yang ikut antrian kepada Investigasi.
Setiap harinya, lanjut Brodin, dirinya hanya mampu mengangkut dua kali saja. Itu pun, dirinya harus
rela antrian berjam jam untuk bisa mendapatkan pasir itu. Sedangkan harga yang didapat dari lokasi
penambangan, dirinya bisa menjual dengan harga dua kali lipat. ‘’Nek kulo nyade ten Trenggalek nggeh
setunggal juta gangsal atus ewu (Kalau saya menjual di Trenggalek ya satu juta lima ratus ribu
rupiah),’’jelas Brodin.
Bila satu trucknya bisa mengangkut 22 ton dan dua kali dalam sehari mereka mengangkut, maka
ribuan ton pasir dari Sungai Brantas itu tersedot. Bila sudah begini, bagaimana tindakan pemerintah
untuk menjaga kesetabilan serta kelestarian lingkungan. Dan, bila penambangan liar terus dibiarkan
maka lingkungan di sepanjang Sungai Brantas akan terancam dan dampaknya pun pajak ke negara pun
‘tidak ada’.
Bila sudah begini, siapakah yang diuntungkan terkait penambangan pasir liar yang semakin merajalela di
sepanjang Sungai Brantas Tulungagung itu? ‘’Kami tidak bisa berbuat banyak mas. Sebab, Sungai
Brantas itu adalah kewenagang provinsi dan dibawah Balai Besar Wilayah Sungai,’’terang salah satu
pihak Pol PP Tulungagung yang enggan disebut jatidirinya.
Tumbuh suburnya panambang pasir liar di sepanjang Sungai Brantas Tulungagung itu, disinyalir ada
‘lingkaran mafia’ yang saling diuntungkan. Tentunya, hal itu sangat beralasan bila mau melongok lebih
dekat hasil dari panambangan pasir. Bila dihitung, hasil dari penambangan pasir tersebut bisa
mencapai milyaran rupiah per bulannya. Sudah jelas, hal tersebut hanya menguntungka oknum oknum
yang terlibat dipusaran ‘mafia’ pasir liar itu.
Sementara itu, beredar kabar para penambang pasir liar itu telah ‘dilindungi’ oleh oknum oknom yang
ada di Tulungagung maupun ‘oknom polda’. Mereka, para penambang, telah menyetor upeti ke
berbagai oknum yang nilainya cukup fantastis. Sehingga, para penambang pasir liar itu merasa
terlindungi dalam melakukan aktifatasnya sehari hari. (JK/AZ)
Penataan Jalur Lalin Semrawut, Belakang Pasar Baru Tuban Sering Macet
Tuban, Investigasi
Saban hari, Pasar Baru Tuban yang berlokasi di Jalan Gajah Mada Kabupaten Tuban ini sering terjadi
kemacetan. Hal tersebut, tak lain karena lokasi pasar itu berketepan depan jalan raya besar dan
banyak pengguna jalan yang melintas. Apalagi jalan tersebut adalah salah satu jalur yang harus dilewati
bus serta truck menuju Jawa Tengah dan Kota Jakarta.
Karuan saja, semua ini berimbas bagi pengguna jalan, khususnya bagi pengguna jalan di belang Pasar
Baru Tuban ini karena sering terjadi macet. Akibatnya, cekcok adu mulut pun sering terjadi antar
pengguna jalan yang saling berebut duluan pada jalur dua arah tersebut. Namun, ironisnya, kejadian
tersebut ‘dibiarkan’ begitu saja oleh pihak terkait tanpa adanya tindakan maupun solosi. Bahkan,
mereka para pihak terkait seolah olah malah tutup mata.
Pemandangan perang mulut antar pengguna jalan di Pasar Baru Tuban itu, yakni sering terjadi di waktu
pagi dan sore. Pasalnya, waktu itu kebetulan berketepan dengan berangkat serta pulangnya anak
sekolah dan pegawai kantoran. Bila hal ini terus dibiarkan, jelas merugikan bagi pengguna jalan dan
tidak menutuk kemungkinan bakal ada adu pisik antar pengguna jalan itu sendiri.
Sementara dari hasil pantauan Investigasi dilapangan, yakni penyebab kemacetan itu tak lain adalah
angkutan umum yang dibiarkan semrawut tanpa adanya penataan parkir dari pihak terkait. Hal tersebut
tentunya membuat pengguna jalan semakin tidak nyaman dan sering adu mulut dengan sopir angkutan
umum yang mangkal di Basar Baru Tuban, tersebut.
Hal ini tentunya sangat disayangkan dan sudah seharusnya pihak terkait melakukan tindakan demi
keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan maupun warga masyarakat sekitar pasar.
‘’Sebenarnya Pemkab Tuban sudah mengetahui keluhan pengguna jalan dan masyarakat sekitar, kenapa
perhatiannya kok kurang maksimal,’’kata Sapari (50) salah satu masyakat sekitar Pasar Baru Tuban pada
Investigasi.(Joko)