Surabaya, investigasi.today – Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya kembali menorehkan prestasinya di kancah internasional. Berkat kepiawaiannya, dua mahasiswa ITS meraih gelar kehormatan (Honorable Mention) pada acara United Nations Security Council (UNSC) yang dihelat di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
Dalam kegiatan UNSC ini, setiap delegasi peserta ditantang untuk menyimulasikan konferensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Delegasi ITS diwakili oleh Fadilah Muhammad Abdurrahman dan Zhafir Tri Setiabudi. Dalam helatan ini, tiap peserta ditantang untuk memerankan diri sebagai perwakilan suatu negara untuk bernegosiasi dan berdiskusi mengenai suatu topik.
Topik yang disepakati saat itu adalah konflik antara Palestina dan Israel, dan tim kami berperan sebagai delegasi AS (Amerika Serikat), ungkap Fadilah Muhammad Abdurrahman atau yang akrab disapa Rohman.
Hal terpenting dalam kompetisi ini, lanjut Rohman, yaitu peserta harus berperan sebagai perwakilan negara, bukan sebagai diri sendiri. Sehingga Rohman dan Zhafir tentunya harus mengesampingkan pandangan dan ego pribadi dan fokus menjadi delegasi Amerika.
Bagi keduanya, berperan sebagai delegasi AS merupakan sebuah keuntungan. Sebagai anggota permanen UNSC, AS memiliki kekuatan lebih seperti hak veto. Namun mereka juga menemukan beberapa kesulitan. Kesulitannya, Amerika (AS, red) seringkali melakukan banyak hal yang tidak disenangi oleh hampir semua Negara, misalnya memindahkan kedutaannya yang di Israel ke Yerussalem, tutur Rohman.
Hal tersebut membuat hampir semua delegasi menentang setiap opini yang mereka kemukakan sebagai perwakilan Amerika Serikat. Alhasil, Rohman dan Zhafir harus memberikan effort lebih dalam melakukan negosiasi. Kami dituntut untuk kreatif dalam menyalurkan ide-ide yang disesuaikan dengan situasi dan kompromi peserta lainnya, imbuh mahasiswa Departemen Teknik Kimia tersebut.
Ketika ditanya soal saingan terberatnya, dengan lantang Rohman menunjuk delegasi Kuwait. Pasalnya, Kuwait berperan sebagai musuh bebuyutan Amerika dan Israel pada saat konferensi, tutur mahasiswa yang menginjak tahun kedua ini.
Untuk persiapan lomba, Rohman dan Zhafir mengaku membutuhkan waktu sekitar tiga minggu. Selain mempelajari kebijakan Amerika Serikat dan PBB, mereka juga perlu melakukan persiapkan mental. Misalnya dengan latihan berbicara di depan umum, ucap Rohman.
Sementara itu, Zhafir menekankan bahwa seorang mahasiswa wajib melakukan pergerakan. Berprestasi dalam MUN (Model United Nation, red) merupakan bentuk pergerakan dari kami dengan mengaji ide-ide yang ada di PBB, sehingga kami terdorong untuk menciptakan ide-ide baru yang lebih optimal dalam menyelesaikan permasalahan dunia, tutur mahasiswa Departemen Teknik Perkapalan ini.
Bagi Zhafir, kegiatan UNSC yang merupakan bagian dari MUN merupakan wadah untuk melatih softskill seperti berbicara di depan umum, negosiasi, dan juga etika berdiskusi. Sebuah keuntungan yang berguna tidak hanya di bangku perkuliahan, namun juga di dunia kerja kelak, pungkasnya. (Salvado)