SURABAYA, investigasi.today – Kontribusi perempuan dalam membangun sebuah peradaban bangsa seringkali tidak endapatkan perhatian. Banyak kasus di dunia malah menjadikan perempuan sebagai objek kekerasan maupun perdagangan perempuan. Isu ini dibahas dalam gelaran International Seminar of Chemistry (ISoC) 2018 yang digelar Departemen Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya di Hotel Sheraton Surabaya, Kamis (19/7).
Hadir sebagai tamu kehormatan dari First Congress Organization for Woman in Science in the Developing World (OWSD) Indonesia National Chapter yang merupakan bagian dari kegiatan ISoC 2018 ini, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Kehadiran orang nomor satu di Surabaya ini seakan menepis anggapan dalam bahasan tersebut di atas dengan menunjukan kontribusi besar yang telah dihasilkan Tri Rismaharini secara langsung kepada dunia.
OWSD Indonesia National Chapter merupakan organisasi nonprofit di bawah UNESCO yang mewadahi para saintis perempuan Indonesia untuk dapat berkontribusi lebih kepada bangsa dan negara. Pada kesempatan ini, wali kota yang akrab disapa Risma ini mengatakan, sebagai wali kota perempuan pertama di Surabaya tidak mudah baginya menjalankan peranan tersebut.
Menurutnya, sebagai seorang perempuan dan sebagai pemimpin dari sebuah kota terbesar kedua di Indonesia, tantangan terbesarnya adalah menutup pusat perdagangan perempuan terbesar se-Asia yaitu Gang Dolly. “Saya mulai (melakukan upaya penutupan, red) tahun 2012, dan hampir setiap bulan saya bekerjasama dengan aparat kepolisian perlahan-lahan membebaskan wilayah tersebut (dari prostitusi, red),” ujar ibunya arek-arek Suroboyo tersebut.
Susah payah perjuangan Risma tersebut akhirnya membuahkan hasil, pada Juni 2014 Gang Dolly sebagai pusat porstitusi terbesar di Asia resmi ditutup. Ia pun melanjutkan kisahnya kepada lebih dari 100 saintis perempuan Indonesia OWSD yang hadir dan juga di hadapan para peserta IsoC 2018 dari berbagai negara. “Namun saya menyadari, ada permasalahan baru yang akan muncul setelah lokalisasi tersebut saya tutup,” akunya.
Ia menjelaskan permasalahan tersebut adalah hilangnya mata pencaharian bagi masyarakat di sekitar Gang Dolly. Karena selama ini kebanyakkan dari mereka bekerja sebagai juru parkir, tukang cuci, membuka warung makanan dan pekerja karaoke di wilayah tersebut. Sebagai perempuan yang dikenal sangat berani dan inovatif, sejak menjabat selama dua periode, wajah Surabaya pun berangsur kian cantik dan maju.
Risma menyadari, penyebab masyarakat kurang mampu yang berada di eks lokalisasi Dolly bukan karena suami mereka tidak bekerja. Namun lebih pada gaji suami mereka tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Oleh karenanya, ia membuat sebuah terobosan baru dengan menyulap wajah kelam eks lokalisasi Dolly berganti menjadi salah satu Sentra Usaha Kecil Menengah (UKM) Surabaya. Di Sentra UKM tersebut, perempuan diberdayakan untuk membuka usaha di berbagai bidang untuk membantu menstabilkan perekonomian keluarga.
Ditanya oleh salah satu peserta dalam kongres OWSD soal pemasaran produk UKM mereka, Risma menuturkan, bahwa produk dari para perempuan di eks lokalisasi Dolly ini sudah mendunia. Salah satunya adalah hampir 30 persen barang oleh-oleh haji dan umroh di Timur Tengah adalah buatan Surabaya.
“Pada tanggal 25-27 Juli nanti saya juga akan meresmikan pembukaan outlet UKM di kota Liverpool, Inggris. Wali Kota Liverpool membantu kita untuk memasarkan produk di sana,” tutur perempuan yang juga alumnus Arsitektur ITS ini.
Risma meyakini, jika perempuan dapat diberdayakan dan diberikan kebebasan berkreasi, maka mereka akan dapat berperan banyak bagi kehidupan bangsa. “Mereka adalah tulang punggung kedua di dalam keluarga,” tandasnya mengingatkan.
Sementara itu, Presiden OWSD Indonesia National Chapter, Sri Fatmawati PhD menuturkan, dalam kongres pertama sekaligus memperingati 25 tahun OWSD dunia.
Dalam gelaran ini memang sengaja menghadirkan Wali Kota Surabaya tersebut sebagai sosok yang menginspirasi dan mewakili wajah perempuan yang memiliki konstribusi penuh terhadap bangsa.
Ia menuturkan, keresahan yang mencoba dijawab oleh OWSD adalah banyaknya kasus perempuan yang dijadikan sebagai objek kekerasan dan kriminal di banyak hal. Oleh karena itu, OWSD bersama semua member saintis perempuan dunia, khususnya Indonesia, mencoba untuk turun langsung ke lapangan guna mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut melalui ilmu sains yang sudah mereka kuasai. “Kami berharap setelah selesai kongres ini, nantinya semua gagasan yang sudah kami share bersama, dapat kami implementasikan untuk kebaikkan masyarakat Indonesia, khususnya para perempuan,” tutur perempuan yang juga mendapatkan penghargaan For Woman in Science dari UNESCO ini.
Perempuan yang juga dosen Departemen Kimia ITS ini berpesan, melalui kongres OWSD ini diharapkan akan semakin banyak perempuan yang peduli terhadap permasalahan-permasalahan perempuan yang ada di Indonesia. Sehingga ke depan kehidupan perempuan di Indonesia dapat lebih sejahtera dan secara langsung dapat berkontribusi terhadap bangsa dan negara. (Ink)