
Gresik, Investigasi.Today – Sistem zonasi untuk Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diterapkan di Kabupaten Gresik tahun ini menimbulkan banyak problem. Mulai dari protes dan demo para orangtua calon murid, hingga sejumlah pendaftar ditemukan menggunakan Surat Keterangan Domisili abal-abal.
Sebanyak 31 pendaftar SMP Negeri di Kabupaten Gresik terbukti menggunakan Surat Keterangan Domisili abal-abal. Dampaknya, mereka pun harus digugurkan dari daftar pengumuman penerimaan yang dilaksanakan pada Sabtu (25/5) lalu.
“Kebanyakan mereka adalah pendaftar di SMP Negeri yang ada di Kecamatan Cerme dan Menganti. Beberapa juga ditemukan di Kecamatan Kedamean,” ujar Kepala Dinas Pendidikan, Mahin saat ditemui.
“Berdasarkan hasil verifikasi tim yang turun ke lapangan, mereka terbukti menggunakan Surat Keterangan Domisili abal-abal, mereka sebenarnya tidak pernah tinggal di sana,” ungkapnya.
Lebih lanjut Mahin mengungkapkan, tim verifikasi lapangan ini dibentuk karena banyaknya laporan dari orangtua pendaftar. Sehingga pengumuman pun ditunda dari rencana awal dilaksanakan tanggal 23 Mei 2019 menjadi 25 Mei 2019 atau mundur dua hari karena tim dari masing-masing sekolah masih harus melakukan verifikasi keterangan domisili.
Mahin menjelaskan, dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk SMP Negeri tahun ini murni menggunakan sistem zonasi. Saat ini porsi nilai untuk domisili besarnya 90 persen dari nilai penerimaan, 5 persen pindahan dan 5 persen prestasi.
Sebagai syarat pendaftarannya adalah Kartu Keluarga (KK), atau Surat Keterangan Domisili yang dikeluarkan Pemerintah Desa/Kelurahan setempat. “Syaratnya minimal enam bulan sebelum pendaftaran mereka harus sudah tinggal di alamat tersebut,” tandas Mahin.
Karena tidak lagi menggunakan nilai Ujian Nasional (UN) atau nilai tes yang dilaksanakan beberapa sekolah seperti dua tahun terakhir, maka banyak yang menyalahgunakan syarat Surat Keterangan Domisili ini. Banyak laporan yang masuk ke Dispendik jika pendaftar menggunakan Surat Keterangan Domisili abal-abal.

Belum Siap
Mahin mengakui jika penerapan sistem zonasi murni seperti tahun ini Pemerintah belum siap secara infrastruktur. Hal ini memicu banyak protes dari orangtua pendaftar.
Kurangnya sekolah negeri di daerah, membuat banyak anak yang tidak bisa diterima di SMP Negeri. Contohnya, seperti SMP Negeri 1 Manyar. Pagunya sudah terpenuhi dengan anak radius 600 meter dari sekolah.
“Pagunya dipenuhi pendaftar dari GKB (Gresik Kota Baru) dan Perumahan Pongangan Indah (PPI) yang tidak jauh dari sekolah. Dampaknya, pendaftar dari Pondok Permata Suci (PPS) dan Dahanrejo tidak bisa diterima. Padahal di sana tidak ada SMP Negeri. Mau tidak mau mereka yang di sekitar rumahnya tidak ada sekolah negeri, harus sekolah di swasta untuk melanjutkan pendidikan,” terangnya.
Menurut Mahin, kondisi ini tidak hanya dialami di Gresik saja, tapi juga di daerah lainnya. Problem ini akan menjadi bahan evaluasi yang akan disampaikan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Sementara itu, hampir setiap hari puluhan orangtua pendaftar melakukan protes di Kantor Dispendik Kabupaten Gresik. Namun, pihak Dispendik tidak bisa memenuhi tuntutan mereka karena kebijakan zonasi merupakan program Nasional. (Salvado)