Jakarta, Investigasi.today – Koleksi Museum Nasional, Jakarta, segera bertambah. Pemerintah Belanda mengembalikan 472 artefak kepada Indonesia. Repatriasi ratusan benda bersejarah itu diterima secara simbolis oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid di Belanda kemarin (10/7).
“Hari ini (kemarin, Red) serah terimanya dijadwalkan. Pak Dirjen di sana. Kita tunggu berita dari beliau,” ujar Sekretaris Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek Fitra Arda saat dihubungi kemarin. Direktorat Kebudayaan telah membentuk tim repatriasi. Tim akan mendata benda bersejarah apa saja yang ada di sana. Juga, merancang proses pemulangan artefak ke tanah air.
Menurut Fitra, pemulangan benda cagar budaya itu tak bisa asal. Ada syarat khusus yang harus dipenuhi. Termasuk keamanan yang mencakup pengepakan hingga asuransi. Kendati begitu, pemulangan dijanjikan segera. “Tentu kita akan bawa secepatnya,” katanya.
Soal lokasi penyimpanan, lanjut Fitra, untuk sementara dibawa ke Museum Nasional. Nanti, perawatannya di bawah koordinasi UPT Museum dan Cagar Budaya.
Hilmar Farid menerima penyerahan koleksi benda-benda bersejarah dari pihak Belanda yang diwakili oleh Gunay Uslu, Menteri Muda Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Kerajaan Belanda. Seremoni penyerahan berlangsung di Museum Volkenkunde, Leiden.
Dalam acara yang sama, dilakukan penandatanganan dokumen pengaturan teknis (technical arrangement) dan pengakuan pengalihan hak dari Kerajaan Belanda ke Republik Indonesia.
Hilmar mengungkapkan, pemerintah Indonesia menyambut baik penyerahan koleksi benda-benda bersejarah itu. Dia berjanji akan merawat koleksi-koleksi tersebut dengan hati-hati. ”Indonesia, dalam hal ini Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, akan melakukan konservasi dan pemanfaatan terbaik untuk benda-benda budaya ini,” ujarnya.
Menurut dia, repatriasi dapat dilakukan berkat kerja sama dan kerja keras kedua komite repatriasi serta dukungan kedua pemerintah. Yakni, Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek yang telah menginisiasi pembentukan Tim Repatriasi Indonesia dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Kerajaan Belanda.
Hilmar menyebutkan, Ketua Tim Repatriasi Koleksi Asal Indonesia di Belanda I Gusti Agung Wesaka Puja dan Komite Repatriasi Benda Kolonial Belanda yang dipimpin oleh Lian Gongalvez-Ho Kang You sejak dua tahun lalu terus menjalin komunikasi. Mereka sepakat mendorong ikhtiar pengembalian benda-benda bersejarah dari Belanda ke Indonesia.
”Repatriasi ini bukan sekadar memindahkan barang dari Belanda ke Indonesia, melainkan pula mengungkap pengetahuan sejarah dan asal-usul benda-benda seni bersejarah yang selama ini belum diketahui masyarakat,” jelasnya.
Setelah melalui serangkaian penelitian yang komprehensif dari para ahli, empat koleksi artefak, yakni 132 koleksi benda seni Bali Pita Maha, patung Singasari, pusaka Kerajaan Lombok, dan keris Puputan Klungkung, akan dikembalikan ke Indonesia. Sebanyak 132 koleksi benda seni Bali itu berupa lukisan, ukiran kayu, serta benda-benda perak dan tekstil karya para maestro seniman yang tergabung di dalam kelompok seni Pita Maha. Paguyuban seniman Bali yang didirikan pada 29 Januari 1936 oleh Tjokorda Gde Agung Sukawati, I Gusti Nyoman Lempad, Walter Spies, dan Rudolf Bonet.
Kemudian, empat patung Singasari yang tersimpan di Museum Volkenkunde, Leiden, yang merupakan primadona dari abad ke-13 Masehi. Keempat patung tersebut berasal dari Candi Singasari yang didirikan untuk menghormati kematian Raja Kertanegara, dinasti terakhir dari Kerajaan Singasari. Empat arca yang akan kembali ke Indonesia adalah Durga, Mahakala, Nandishvara, dan Ganesha.
Selain itu, ratusan benda yang berasal dari Kerajaan Lombok turut dikembalikan bersama dengan sebilah keris dari Kerajaan Klungkung, Bali. Objek dari Puri Cakranegara, Lombok, itu sebelumnya tersimpan di Tropenmuseum. Sedangkan keris Puputan Klungkung sejak lama menjadi koleksi Museum Volkenkunde, Leiden.
Sejarawan sekaligus aktivis pelestarian sejarah dan budaya Asep Kambali menjelaskan, artefak yang dikembalikan ke Indonesia itu semula dipajang di berbagai museum di Belanda. Jadi, nanti ketika tiba di Indonesia, semestinya juga ditampilkan atau dipajang di museum. Supaya bisa dinikmati dan dipelajari oleh masyarakat.
Menurut Asep, yang terpenting adalah membangun narasi setiap artefak. Dengan narasi yang baik dan sesuai dengan fakta sejarah. ’’Apa sejarahnya, apa pentingnya untuk Indonesia,’’ tuturnya.
Dia menjelaskan, saat ini Museum Nasional sudah memiliki space yang luas. Apalagi, sudah dilakukan pembangunan gedung di bagian belakang. Diharapkan, Museum Nasional mampu menampilkan koleksi-koleksi yang bakal dikembalikan dari Belanda itu.
Asep menuturkan, Museum Nasional memiliki PR besar yang harus dituntaskan. Koleksi Museum Nasional saat ini sangat banyak. Bahkan, ada yang dipajang mepet-mepet dan tidak dilengkapi narasi atau keterangan.
Tugas lainnya adalah soal keamanan. Sebab, beberapa tahun lalu, ada kasus pencurian koleksi emas peninggalan kerajaan Mataram Kuno di Museum Nasional. Sayang, meski sudah berjalan bertahun-tahun, kasus itu belum bisa diungkap oleh kepolisian. ’’Masak polisi tidak bisa menangani kasus ini,’’ ucapnya.
Dia berharap Museum Nasional bisa memperkuat sistem keamanannya. Mulai dari CCTV hingga petugas penjaga museum. Jangan sampai ketika nanti ratusan artefak bersejarah tiba di Indonesia dan dipajang di museum, justru hilang seperti kasus emas peninggalan Mataram Kuno itu. (Slv)