Surabaya, Investigasi.today – Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya kembali menunjukkan kapasitasnya yang terbaik di ajang Korea International Youth Olympiad – Idea, Innovation, Invention, and Intellectual Property (KIYO 4I) di Seoul, Korea Selatan. Digawangi tiga mahasiswa Departemen Teknik Industri, tim ini berhasil mengantongi satu medali perak dan dua medali perunggu untuk kategori inovasi terbaik, Minggu (12/8).
Dilansir dari Organisasi Buruh Internasional, tercatat sekitar dua juta pekerja yang meninggal tiap tahunnya karena kecelakaan kerja. Di mana 32,8 persen di antaranya disebabkan oleh faktor kelelahan. Berangkat dari keresahan ini, tim yang terdiri dari Reza Aulia Akbar, Ragif Nova Riantama dan M Afif Purwandi berinovasi menciptakan alat untuk mendeteksi kelelahan melalui denyut jantung dan kedipan mata.
Dibimbing oleh Dr Adithya Sudiarno ST MT, inovasi yang dinamai Fatigue Detector (Fator) dan Masinis Fatigue Detector (Maftec) ini berhasil lolos menuju babak akhir di ajang KIYO 4I yang dihelat di Universitas Sejong, Seoul, Korea Selatan.
“Fator memanfaatkan sensor ECG (Electrocardiogram, red) Arduino dalam rangkaiannya, skemanya adalah menghitung heartrate atau denyut jantung dari para pekerja, jelas Adithya Sudiarno. Sensor elektro kardiograf yang terpasang pada alat itulah, menurut dosen ahli bidang Manajemen Operasional ini, yang mengukur seberapa cepat jantung berdenyut. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan data dari jurnal untuk memperoleh tingkat kelelahan.
Berbeda dengan Fator yang berlomba di subkategori kesehatan, Maftec berlomba di subkategori teknik dengan cara mendeteksi kelelahan melalui kedipan mata. Sesuai namanya, Maftec diperuntukkan mendeteksi kelelahan masinis kereta api,” imbuh dosen yang akrab disapa Adith ini.
Diperoleh melalui image processing webcam berintensitas cahaya sebesar 16 lux, hasil hitungan kedipan mata tersebut kemudian dituangkan dalam Skala Kantuk Karolinska. Apabila tersimpulkan bahwa masinis yang bersangkutan mengantuk, alat ini akan mengirim sinyal getaran kepada pusat komando kereta api.
Kedua alat ini masing-masing sukses menyabet medali perak dan perunggu. Tak hanya itu, terdapat satu inovasi lagi yang dibawa oleh delegasi ITS ini. “Inovasi terakhir dari kami yaitu membuat sayap pesawat komersial lebih dinamis. Sayap hasil ciptaan ini terbukti sukses menghemat biaya penerbangan sebesat dua juta rupiah, ungkap Adith.
Angka rupiah ini teruji dengan menggunakan sampel pesawat Boeing 737-900ER yang melakukan estimasi penerbangan Yogyakarta-Surabaya. Terbukti kinerja pesawat meningkat sebesar 17 hingga 23 persen.
Walau sempat terkendala komunikasi bahasa Korea saat Exhibition yang berlangsung tiga hari berturut-turut sejak Jumat (10/8), Adith sangat mengapresiasi kinerja dari tiga sekawan ini. Masih di tahun kedua, namun mereka telah berhasil memukau juri mancanegara, ucapnya bangga. (Salvado)