Surabaya, investigasi.today – Seorang dokter spesialis mata dan klinik mata di Surabaya harus membayar ganti rugi meteriil dan immateriil hingga Rp1,2 miliar secara tanggung renteng. Ini setelah yang bersangkutan terbukti bersalah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap pasiennya, Tatok Poerwanto.
Sang dokter berinisial MS dan klinik mata itupun harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Apalagi permohonan kasasi telah dikabulkan.
“Awalnya dalam sidang menyatakan putusan yang dijatuhkan PN Surabaya yang menyatakan bahwa dr MS tidak bersalah dengan acuan keterangan ahli dari Persatuan Dokter Mata Indonesia (PERDAMI) cabang Surabaya, yang diperdengarkan pada agenda sidang di PN Surabaya. Ahli secara tegas mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan dr MS telah sesuai dan tidak melanggar kode etik,” terang Kuasa Hukum Tatok Poerwanto, Eduard Rudy Suharto kepada wartawan, Rabu (18/5/2022).
“Namun keterangan ahli tersebut berhasil kami patahkan dengan hasil rekam medis yang saya dapatkan dari rumah sakit di Singapura dan Australia sebagai pembanding. Rekam medis mengatakan sebaliknya, bahwa kesalahan ini karena adanya human error bukan seperti yang disampaikan ahli sebelumnya bahwa adanya kencing manis dan sebagainya,” tambahnya.
Eduard mengatakan dalam rekam medis pembanding yang diterimanya disebutkan bahwa dr MS memukul lapisan katarak terlalu keras. Sehingga tembus ke bawah masuk ke kornea mata. Kemudian luka tersebut kemasukan luka dari katarak, ditutup pendarahan tanpa dibersihkan dengan alasan alat mereka belum lengkap kemudian dirujuklah ke rumah sakit Graha Amerta.
“Ini menjadi bumerang bagi mereka, karena dua dalil tersebut berhasil saya patahkan. Saya katakan dengan bukti di internet bahwa mereka mengklaim peralatan klinik mereka terlengkap se-Asia Tenggara. Selain itu juga saya katakan kalau tidak ada pelanggaran dan operasi berjalan baik,” jelasnya.
Diketahui, kasus ini bermula pada 28 April 2016. Saat itu Tatok Poerwanto datang ke Surabaya Eye Clinic di Surabaya Selatan. Tujuannya untuk mengobati penyakit katarak di mata kirinya. Saat itu, Tatok ditangani dr MS dan disarankan operasi. Namun pascaoperasi, bapak tujuh anak itu tidak merasakan ada perubahan. Malah mata kirinya makin sakit dan nyeri.
Kemudian Tatok disarankan operasi kembali. Pada operasi kali kedua ini tidak di klinik, tapi di Graha Amerta, RSUD dr Soetomo, Surabaya dengan alasan peralatan medis di sana (Graha Amerta) lebih lengkap. Tatok pun menjalani operasi kedua pada 10 Mei 2016.
Menurut kuasa hukum Tatok, Eduard Rudy, pada operasi kedua yang awalnya dijanjikan hanya berlangsung 30 menit, mendadak molor hingga lima jam. Anehnya lagi usai operasi, dr MS tidak menemui pasien. Tapi menugaskan asistennya menyampaikan hasil operasi.
“Dokter itu berupaya bohong dengan meminta asistennya mengatakan operasi tidak dapat dilanjutkan. Karena ada pendarahan. Selain itu alat tidak memadai, jadi beliau angkat tangan,” jelasnya.
Dugaan malpraktek pun terbongkar saat pihak keluarga mendapat salinan rekam medis hasil berobat. Kondisi mata Tatok sudah tidak bisa ditangani. Sebab pada operasi pertama, ada lensa mata yang robek serta pecahan kataraknya ternyata bertaburan di mata pasien. (Slv)