
Gresik, Investigasi.today – Minimnya sumberdaya manusia (SDM) aparatur sipil negeri (ASN) yang ditugaskan untuk pelayanan masyarakat di kantor kelurahan, bahkan banyak jabatan kepala seksi (kasi) dan jabatan fungsional yang tak terisi mendapat perhatian serius kalangan DPRD Gresik.
Terkait hal ini, Ketua FPKB DPRD Gresik M Syahrul Munir, mengatakan ” di beberapa tempat, bahkan hanya ada kepala kelurahan dan sekretaris kelurahan (sekkel) saja,” ungkapnya, Minggu (2/3).
Syahrul menambahkan kondisi tersebut sangat menyesakkan karena banyak ASN maupun tenaga harian lepas (THL) yang overload di beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Gresik. Saat ini, jumlah pegawai di lingkungan Pemkab Gresik sebanyak 8.761 orang dengan rincian 7.198 orang dengan status ASN dan 1.563 orang dengan status pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Sedangkan THL non pegawai, jumlahnya tak terhitung besarnya karena setiap OPD bisa bebas mempekerjakan THL yang honornya ditempelkan dalam kegiatan rutin. Kondisi tersebut membuat beban gaji atau honor menjadi semakin membengkak. Padahal, sudah ada moratorium tak diperbolehkan menambah THL.
“Memang perlu dilakukan kajian lebih serius lagi. Antara beban kerja dengan jumlah pegawai termasuk THL didalamnya. Percuma banyak THL tetapi tak ditugaskan di kelurahan,” tandasnya.
Syahrul menjelaskan, ada korelasi agar jumlah dan kualitas SDM di kelurahan dengan rancangan peraturan daerah (ranperda) tentang pemberdayaan masyarakat kelurahan yang diusulkan oleh Komisi II DPRD Gresik dan saat ini tengah disusun naskah akademik (NA) dengan tim ahli dari Universitas Jember (Unej) sebelum dibahas dan disahkan bersama eksekutif nantinya.
“Kalau SDM dan jumlahnya bisa terpenuhi dengan baik, maka ketika ranperda disahkan bisa berjalan mulus,” jelas anggota Komisi II DPRD Gresik itu.
Tujuan ranperda tentang pemberdayaan masyarakat kelurahan sebagai akselerasi dalam pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat serta peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat secara berdaya guna dan berhasil guna.
“Anggaran yang diterima oleh kelurahan sangat minim. Hanya dialokasikan sekitar Rp 200 juta. Maka, draft ranperda ini mengamanatkan alokasi anggaran kelurahan sebagaimana besaran dana desa (DD) yang paling minimal. Misalkan, ada desa yang menerima DD dari pemerintah pusat sebesar Rp 400 juta, maka dakel harus minimal sama. Karena kelurahan ketinggalan dibanding desa,” terangnya.
Selama ini, sambung dia, kelurahan mendapatkan alokasi dana berupa Dana Kelurahan (dakel) yang ada di kecamatan. Disisi lain, dana alokasi umum (DAU) dari pemerintah pusat pada akhir-akhir ini tidak bisa diharapkan.
“Karena ada instruksi khusus penggunaan DAU tersebut,” tandasnya.
Dengan peningkatan dakel, Komisi II DPRD Gresik berharap ada semangat dan gairah pemberdayaan pada usaha kecil menengah (UMKM) maupun masyarakat kelurahan.
“Melalui ranperda ini, kita mengusulkan diterapkan pola swakelola tipe tiga dan tipe empat. Sehingga, kelompok masyarakat di kelurahan bisa terlibat dan mengawasi pembangunan secara langsung,” tandasnya.
Dalam raperda tersebut juga diatur tentang pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan (LKK) yang akan membantu kelancaran pelaksanaan tugas lurah. LKK adalah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan, Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga, Rukun Warga, Rukun Tetangga dan Karang Taruna.
Terkait hal ini, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Gresik Abu Hasan mengatakan terkait kelurahan bukan merupakan kewenangannya.
“Kelurahan bukan ranah kami, itu di bagian pemerintahan. Untuk pemberdayaan kelurahan itu lebih pada personil kelurahan sehingga peran BKPSDM lebih pas untuk penataan dan diklatnya,” jelasnya. (Slv)