
Jakarta, Investigasi.today – Terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan berkoordinasi dengan Bareskrim Polri.
Saat dikonfirmasi terkait hal ini, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan “Kami sudah minta Kedeputian Korsup (Koordinasi dan Supervisi) untuk berkoordinasi dengan Bareskrim,” ungkapnya, Jumat (11/3).
“Karena Bareskrim yang menangani TPPU-nya, bukan Direktorat Tipikor tetapi Direktorat Tindak Pidana Ekonomi tertentu kalau tidak salah seperti itu,” lanjutnya.
Alex juga mengaku bahwa pihaknya belum mengetahui predicate crime atau tindak pidana asal soal dugaan pencucian uang Setnov tersebut sehingga Bareskrim Polri yang menanganinya.
“Kira-kira di sana itu predicate crime-nya itu apa. Kalau predicate crime-nya korupsi kan KPK yang menangani. Kami belum tahu apa predicate crime SN (Setya Novanto) yang ditangani oleh Direktorat Pidana Ekonomi tertentu itu sehingga mereka menaikkan atau melakukan penyidikan TPPU,” jelasnya.
“Tetapi kalau tindak pidananya korupsi, tentu nanti kami akan tindak lanjuti karena harusnya yang melakukan penyidikan TPPU itu adalah penyidik yang melakukan atau menangani perkara korupsinya, seperti itu. Kami belum tahu predicate crime yang ditangani Bareskrim dan kami sudah minta untuk dilakukan koordinasi dengan Bareskrim,” tandas Alex.
Untuk diketahui, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) sebelumnya mendesak KPK untuk mengambil alih penanganan perkara dugaan TPPU Setnov dari Bareskrim Polri.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman menyampaikan bahwa Bareskrim sudah melakukan penyidikan dugaan TPPU Setnov, namun penanganan perkara itu mangkrak.
“Karena di Bareskrim tidak jalan lagi kasusnya, ini harus diambil alih KPK karena perkara pokok korupsi KTP-el itu ada di KPK,” ucap Boyamin saat itu.
Setnov merupakan terpidana kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP. Mantan ketua umum Golkar itu divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti US$7,3 juta. (Ink)