Jakarta, Investigasi.today – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri angkat bicara soal polemik operasi tangkap tangan (OTT) yang menetapkan Kepala Badan Nasional Pencarian Pertolongan (Basarnas) RI Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi. Firli memastikan, seluruh rangkaian kegiatan KPK termasuk OTT hingga penetapan para pelaku sebagai tersangka telah sesuai prosedur hukum dan mekanisme yang berlaku.
“KPK melakukan penyelidikan untuk menemukan peristiwa pidananya, sehingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup. Maka KPK kemudian menaikkan status perkara ini ke tahap penyidikan dan menetapkan para pihak atas perbuatannya sebagai tersangka,” kata Firli dalam keterangannya, Minggu (30/7).
“Seluruh rangkaian kegiatan oleh KPK dalam kegiatan operasi tangkap tangan, penyelidikan, penyidikan, hingga penetapan para pelaku sebagai tersangka telah sesuai prosedur hukum dan mekanisme yang berlaku,” sambungnya.
Firli menjelaskan, pengertian tertangkap tangan menurut Pasal 1 butir 19 KUHAP adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya.
Setelah dilakukan tangkap tangan, lanjut Firli, maka terhadap peristiwa dugaan tindak pidana tersebut harus sudah dapat ditentukan dan ditetapkan sebagai peristiwa tindak pidana korupsi, serta status hukum para pihak terkait dalam waktu 1×24 jam.
Firli mengakui, dalam OTT di Basarnas melibatkan perwira tinggi TNI AU yakni Marsdya TNI Henri Alfiandi. Firli pun memastikan, gelar perkara dalam OTT Basarnas RI telah melibatkan Puspom TNI.
“KPK telah melibatkan POM TNI sejak awal, untuk mengikuti gelar perkara sampai dengan penetapan status perkara dan status hukum para pihak terkait. Maka kemudian KPK melanjutkan proses penanganan perkara yang melibatkan para pihak dari swasta atau non-TNI/Militer, dan menyerahkan penanganan perkara yang melibatkan Oknum Militer/TNI kepada TNI untuk dilakukan koordinasi penanganan perkaranya lebih lanjut,” tegas Firli.
Sebelumnya, KPK menetapkan Kabasarnas RI Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka. Henri menyandang status tersangka setelah KPK menggelar OTT di Jakarta dan Bekasi, pada Selasa (25/7).
KPK menduga, Henry Alfiandi menerima suap sebesar Rp 88,3 miliar. Suap itu diterima Henry melalui anak buahnya Koorsmin Kabasarnas RI, Afri Budi Cahyanto (ABC) selama periode 2021-2023.
Henri menyandang status tersangka bersama Koorsmin Kabasarnas RI, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC); Komisaris Utama PT. Multi Gtafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan (MG); Direktur Utama PT. Intertekno Grafika Sejati, Marilya (MR); Direktur Utama PT. Kindah Abadi Utama, Roni Aidil (RA).
Adapun untuk proses hukum terhadap Henri dan Afri diserahkan ke pihak TNI. Langkah ini dilakukan mengacu ketentuan hukum yang berlaku.
Sementara Mulsunadi Gunawan, Marilya dan Roni Aidil sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (Slv)