Solo, investigasi.today – Para petani di Banjarnegara menjerit akibat anjloknya harga salak. Hasil panen mereka hanya laku Rp 500 per kilogram.
Hal itu membuat petani enggan memanen salak mereka dan membiarkannya busuk. Kemudian, mereka membuang salak-salak itu ke sungai.
Aksi membuang salak ke sungai itu sempat terekam video dan membuat heboh di media sosial. Video aksi petani itu diunggah salah satunya oleh akun di Instagram. Video itu memerlihatkan mobil pikap mengangkut salak-salak yang ditaruh dalam sejumlah wadah. Sesampai di jembatan, salak dalam wadah itu kemudian diangkat sejumlah pria dan dibuang ke sungai dari atas jembatan.
Di lokasi pembuangan saat ini tumpukan salak masih terlihat di bawah jembatan salah satu sungai kecil di Desa Talunamba.
Pembuang salak itu bernama Pardi, salah satu pengepul salak di Desa Talunamba. Ia mengaku terpaksa membuang salak ke sungai lantaran kondisinya sudah busuk.
“Itu saya buang karena salaknya sudah busuk. Permintaan biasanya 20 ton, tetapi sekarang hanya 5 ton. Jadi ada 15 ton yang terlalu lama di gudang sampai busuk. Akhirnya saya buang,” ujarnya saat ditemui di gudang salak di Desa Talunamba.
Salah satu petani salak, Noto Wiyono, asal Desa Talunamba, Kecamatan Madukara, Banjarnegara, mengaku dengan harga salak saat ini justru akan menambah biaya jika harus memanen.
“Sekarang harga salak paling rendah itu sampai Rp 500 per kilo. Itu kalau dipanen kan ada biaya panen dan biaya angkut. Justru malah cukup. Makanya beberapa petani memilih tidak panen. Jadi busuk di pohon,” kata dia saat ditemui di kebun salak miliknya.
Padahal, lanjutnya, biaya perawatan seperti pupuk cukup banyak. Ia berharap harga salak bisa kembali normal. Yakni antara Rp 4 ribu sampai Rp 5 ribu per kilogram.
“Kalau harganya Rp 4 ribu sampai Rp 5 ribu per kilo ini cukup termasuk untuk biaya perawatan dan panen. Kalau sekarang tidak cukup. Apalagi sekarang beras mahal,” ujarnya.
Dinas Pertanian Sebut Salak Kalah Saingan
Terpisah, Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Ketahanan Pangan Banjarnegara, Firman mengatakan harga salak turun ketika terjadi panen raya buah lain. Mengingat salak kerap menjadi buah pilihan terakhir.
“Sebenarnya salak ini kan bukan buah meja dan selalu menjadi pilihan terakhir. Jadi kalau sedang ada panen raya buah lain harga jadi turun. Ini sudah menjadi siklus,” terang Firman.
Namun salak mempunyai kelebihan yakni selalu berbuah sepanjang tahun. Sehingga nantinya saat buah lain tidak lagi panen raya, harga salak akan kembali normal.
“Kalau nanti sudah tidak ada buah lain, harga salak akan pulih lagi. Karena memang sekarang salak sulit bersaing,” jelasnya. (Naf)