Surabaya, Investigasi.today – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada hari kamis besok akan menggelar kembali sidang perkara penipuan dan pemalsuan kredit fiktif Bank CTBC senilai Rp. 16,3 miliar dengan agenda tuntutan.
Panitera Pengganti (PP), Didik Dwi Riyanto selaku PP dalam perkara ini mengatakan jika tiga terdakwa kasus penipuan yakni, Rudy Desmond Tampi, Budi Anak Robert Taning serta Ade Dian Sanura selaku pada kamis besok memasuki babak tuntutan.
“Sidang perkara penipuan dan pemalsuan pengajuan kredit fiktif Bank CTBC kamis besok memasuki agenda tuntutan” ujar PP Didik Dwi Riyanto saat dikonfirmasi diruang Tirta I PN Surabaya. Rabu (4/4/2018)
Pada Senin 26 Maret 2018 pekan lalu dua saksi ahli didatangkan oleh kuasa hukum terdakwa Agus Dwi S. SH untuk dimintai keteranganya di hadapan majelis hakim.
Dua saksi ahli itu yakni, saksi perbankan dari Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Dr. Dra. Liosten R.R Ully Tampubolon, dan saksi ahli dari Analis Perbankan Yohanna Anggita Novelina Simorangkir.
Pada keterangan saksi ahli dipersidangan, kuasa hukum Agus Dwi S mempertanyakan kepada saksi ahli tentang pencairan kredit Bank CTBC yang tanpa diketahui oleh Pimpinan Cabang Bank tersebut.
Pertanyaan tersebut dilontarkan Agus atas jawaban kepala cabang pada saat bersaksi dipersidangan. Pada kesaksian kacab itu mengatakan jika dirinya tidak tahu menahu soal proses pencairan kredit yang bekerjasama dengan 13 perusahaan di Surabaya.
Menanggapi pertanyaan kuasa hukum itu, saksi ahli Analis Perbankan Yohanna Anggita Novelina Simorangkir mengatakan jika SOP dan peraturan perbankan soal proses pencairan kredit pimpinan cabang harus mengetahuinya.
“Berdasarkan SOP dan peraturan perbankan bahwa kacab tidak mengetahui proses pencairan kredit itu tidak benar, pimpinan cabang harus mengetahui pencairan kredit tersebut. Karena pimpinan cabang sebagai pengendali atau kontrol di Bank tersebut dan kacab mempunyai wewenang untuk memutuskan pengajuan kredit apakah pengajuan kredit tersebut bisa diterima untuk selanjutkan pengajuan tersebut dikirimkan kepada bagian Analis Kredit Bank CTBC Jakarta” ujar analis perbankan Yohanna Anggita Novelina Simorangkir menanggapi pertanyaan kuasa hukum terdakwa pada, Senin (25/3/2018).
Yohanna menambahkan, jika Pimpinan Cabang sebuah Bank merupakan pejabat Bank yang berwenang membuat putusan dan mewakili Bank tersebut. Dalam hal ini Pimpinan Cabang wajib mengetahui proses pengajuan dan realisasi pencairan kredit.
“Pimpinan cabang, akan melakukan review apakah pengajuan kredit tersebut layak untuk di analisa serta diajukan kepada Bank CTBC Jakarta pada bagian Analis Kredit. Dari bagian Analis Kredit itu yang ada di Jakarta lantas melakukan verifikasi dan kefalitan data, jika disetujui, maka akan dkeluarkan surat perjanjian kredit dengan pimpinan cabang” tambahnya.
Kuasa Hukum Agus Dwi S SH juga menanyakan hal yang sama kepada saksi ahli dari Universitas Dr. Soetomo Surabaya Dr. Dra. Liosten R.R Ully Tampubolon soal pencairan kredit sebuah Bank yang tidak diketahui oleh pimpinan cabang CTBC.
“Fungsi Pimpinan cabang sebagai kepala yang harus mengetahui semua transaksi keuangan perbankan, maka pimpinan cabang juga berhak melakukan analis apakah memang nasabah ini layak untuk diberikan pinjaman atau tidak” ujar guru besar Unitomo.
Liosten menambahkan bahwa perbankan harus memiliki system pengendali interen untuk mengamankan masalah yang tidak dikehendaki. Untuk tugas final pengendali interen itu ketika realisasi pencairan kredit, pihak nasabah harus datang dan wajib membawa dokumen Asli. KTP, KSK, Surat gaji setelah dicocokan oleh bagian legel. Tugas legel memeriksa semua dokumet tersebut.
Pengendali interen juga harus masuk kepada pimpinan cabang, dan pimpinan cabang wajib untuk mengetahuinya. Karena dalam aturan perbankan, sekecil apapun pengajuan kredit pimpinan cabang wajib untuk mengetahui.
“Dengan System pengendali interen ketat dan berlapis-lapis tersebut maka kejahatan perbankan akan bisa diminimalisir” ujar Liosten.
Dosen guru besar Unitomo ini menilai bahwa dalam berita acara perkara ini Bank CTBC memiliki system keamanan yang sangat lemah jika dilihat dari proses pencairan kredit yang tanpa diketahui pimpinan cabang Bank tersebut.
“Berdasarkan data dari berita acara ini, sungguh bahwa Bank ini sangat lemah sekali. Seorang SD-pun ketika melihat proses system SOP seperti ini itu akan menimbulkan peluang kejahatan” Katanya.
Perlu diketahui, Kepala Cabang Bank CTBC Surabaya Fransisca Leonora Wiharjo disebut-sebut terlibat dalam perjanjian Mou pengajuan kredit fiktif yang dilakukan oleh tiga mantan pengawai Bank CTBC di bagian Account Officer (AO) dan Sales Officer (SO) yang bekerjasama dengan 13 perusahaan di Surabaya.
Pada kerjasama itu, tiga terdakwa melakukan pemalsuan dokumen pengajuan kredit yang telah merugikan Bank CTBC Jakarta senilai Rp. 16,3 miliar. (Ml).