SURABAYA, Investigasi.today –
Keterangan empat orang pedagang Pasar Turi yang dihadirkan untuk meringankan perbuatan Henry Jacosity Gunawan, Investor dan Pengelola Pasar Turi pada kasus penipuan dan penggelapan pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (16/5) kemarin dianggap tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
Muhammad Taufiq Al Djufri selaku Ketua Perhimpunan Pedagang Pasar Turi Baru (P3TB) menyebut, jika keterangan yang disampaikan empat saksi yakni Ita Sulistiyani, Mas’ud, Djaniadi alias Kho Ping, dan Tan Yong An tidak disampaikan secara utuh dan hanya setengah-setengah dari peristiwa yang terjadi.
Pada awak media, Taufiq membeberkan sejumlah data dan bukti modus penipuan yang dilakukan terdakwa Henry Jacosity Gunawan untuk bisa meraup keuntungan pribadi dari penjualan stan kepada para pedagang Pasar Turi.
“Pedagang tidak pernah meminta sertifikat strata title, dan itu iming-iming dari Henry melalui pengumuman pembayaran pelunasan pembelian stan pada 19 Maret 2013,”terang Taufiq pada awak media, Kamis (17/5).
Sementara dalam persidangan Rabu, Kemarin, Henry Gunawan dianggap telah menghadirkan saksi rekayasa, dimana salah satu saksi bernama Ita Sulistyani bukanlah pedagang pasar turi, melainkan merupakan pegawai dari saksi Djaniadi alias Kho Ping. “Massa Allah, saking takutnya masuk penjara sampai nekad mendatangkan saksi rekayasa,”pungkas Taufiq.
Tak hanya itu, Untuk melancarkan tipu dayanya, Lanjut Taufiq, terdakwa Henry mengajak pertemuan dengan para pedagang di Hotel Mercure sebanyak dua kali, yakni 26 Februari dan 4 Maret 2013. “Pada pertemuan itu ada tiga point yang disampaikan Henry pada para pedagang”,sambung Taufiq.
Dijelaskan Taufiq, Tiga point yang disampaikan Henry pada pertemuan itu diantaranya, yang pertama, Henry memperkenalkan diri sebagai pemilik PT Gala Bumi Perkasa (GBP). Point yang kedua adalah, Henry memberikan pernyataan, jika pengelola Pasar Turi bukan lagi PT Gala Megah Invesment, melainkan sudah beralih ditangan PT GBP selaku pemenang tender.
“Dan yang ketiga, Henry mengatakan kalau kami mau ikut dia kaya, maka dia akan jual Pasar Turi dengan sertifikat strata title. Dengan strata title itulah harga jual stan bisa tinggi dan mudah ambil kredit di Bank”,terang Taufiq menirukan ucapan Henry.
Tertarik dengan progam Henry pada penjualan stand yang bersertifikat strata title, para pedagang akhirnya menyetujui pelunasan 80 persen atas pembelian stand tersebut dan melakukan penandatanganan PPJB.
Pelunasan pembayaran 80 persen itu dilakukan pada Oktober 2013, yang terdiri dari pembayaran sertifikat sebesar Rp 10 juta/stand, pembayaran BHTB sebesar 5 Persen dari harga stand dan pembayaran Notaris sebesar Rp 1,5 juta/stand.
“Yang 20 persen dibayar pedagang secara mengangsur mulai bulan Maret hingga Desember 2012 dan pelunasan 80 persennya hingga Desember 2013 mencapai 1,3 triliun lebih”,jelas Taufiq.
Namun setelah lunas pembayaran 80 persen dibayar oleh Pedagang, janji Henry tak kunjung terealisasi. Pada pertengahan Oktober 2014, para pedagang akhirnya mengkroscek kebenaran janji Henry yang bisa membuat standnya bersertifikat strata title ke Walikota Surabaya, Tri Rismaharini.
“Ternyata Bu Risma menyatakan kalau Pasar Turi tidak bisa strata title, kalau bisa distrata titlekan Bu Risma bisa ditangkap KPK,”terang Taufiq menirukan omongonan Bu Risma.
Pernyatan Bu Risma itu akhirnya diklarifikasikan ke Henry. Namun lanjut Taufiq, kedatangannya itu malah disambut sikap arogan. “Kami malah diusir dari kantornya dan diancam pembelian stand pedagang yang sudah dibayar lunas akan dihanguskan”,sambung Taufiq.
Diungkapkan Taufiq, Modus Tipu Gelap Henry akhirnya terungkap setelah diketahui jika pengajuan sertifikat stata title itu baru diajukan ke Pemkot Surabaya pada 7 Oktober 2014 dan ditolak oleh Pemkot Surabaya pada 14 Oktober 2014, Padahal program penjualan stand bersertifikat strata title itu sudah dibayar lunas para pedagang pada 2013. “Dari situlah akhirnya kami membawa kasus ini ke ranah hukum,”pungkas Taufiq.
Seperti diketahui, Taufik adalah salah satu korban tipu gelap terdakwa Henry yang telah membeli sejumlah stand di Pasar Turi Baru. Dia membeli 9 stand dan sudah dibayar lunas sebanyak 8 stand senilai Rp. 2,3 miliar, belum termasuk biaya pungutan sertifikat hak kepemilikannya, senilai Rp. 338 juta.
Tak hanya Taufik, terdakwa Henry juga dilaporkan menipu 20 orang pedagang Pasar Turi Baru Lainnya, yang sudah membayar lunas dari kewajiban mereka.
Tak tangung-tanggung, hasil penipuan dengan modus biaya pungutan sertifikat hak milik atas kios pedagang yang didapat terdakwa Henry mencapai Rp 1.365.251.278.927 (satu triliun, tiga ratus enam puluh lima milliar, dua ratus lima puluh satu juta, dua ratus tujuh puluh delapan ribu, sembilan ratus dua puluh tujuh rupiah).
Atas perbuatanya, Terdakwa Henry didakwa JPU telah melanggar pasal-pasal 378 KUHP tentang penipuan dan pasal 372 tentang penggelapan. (Ml).