Friday, November 22, 2024
HomeBerita BaruJatimKolaborasi Dengan KWG, Dinkes Gresik Gelar Talk Show Cegah AKI, AKB dan...

Kolaborasi Dengan KWG, Dinkes Gresik Gelar Talk Show Cegah AKI, AKB dan Stunting

Gresik, Investigasi.today Bertempat di Gedung Nasional Indonesia (GNI), Dinas Kesejatan (Dinkes) Pemkab Gresik berkolaborasi dengan Komunitas Wartawan Gresik (KWG) menggelar talk show dengan tema “Strategi Penurunan AKI (Angka Kematian Ibu), AKB (Angka Kematian Bayi) dan Stunting, Melalui Pendekatan Integrasi Layanan Primer di Kabupaten Gresik”, Senin (30/9)

Kegiatan dibuka Plt Bupati Gresik, Aminatun Habibah dengan menghadirkan nara sumber Kepala Dinas Kesehatan Gresik Mukhibatul Khusnah, anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD Gresik Lutfi Dawam, dan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik Anik Luthfiyah.

Bu Min, sapaan akrab Aminatun Habibah menyampaikan, banyak faktor yang menyebalkan AKI, AKB dan stuntung cukup tinggi di Kabupaten Gresik. Salah satunya, faktor kemiskinan, dan banyaknya masyarakat tak bisa menjangkau layanan kesehatan

“Untuk penanganan AKI, AKB, dan stunting tidak bisa berdiri sendiri. Butuh kolaborasi, butuh sinergi dengan semua stake holder. Kerjasama oentahelix melibatkan pemerintah, akademisi, pengusaha, komunitas dan media atau ABCGM sangat dibutuhkan,” ucapnya.

Selain itu, kata Bu Min, pendidikan masyarakat yang kurang baik, lingkungan kurang baik spt di perkotaan masyarakat hidup di petak-petak (bedak-bedak) kecil tak memenuhi syarat, tak ada jendela, dan lainnya juga berpengaruh terhada AKI, AKB, dan stunting.

“Walau pemerintah telah menggelontorkan bantuan keluarga yang kena stunting, tapi tak mampu menangani jika variabel-varabel pendukung tidak dilakukan,” ungkapnya.

Bu Min meminta petugas Puskesmas, baik kepala UPT, perawat untuk turun lakukan sosialisasi, pendampingan kepada masyarakat untuk mencegah dan mengurangi AKI, AKB dan stuntung.

“Tenaga kesehatan terbesar kedua setelah guru, di jantung-jantung permukiman masyarakat banyak ditemui stunting. Silahkan turun lakukan sosialisasi dan pendampingan,” pintanya.

Bu Min juga mengajak insan wartawan membantu pemerintah memberikan edukasi kepada masyarakat dan kontrol kepada puskesman melalui pemberitaan agar pelayanan terus diperbaiki.

Kabid Kesehatan Masyarakat, Anik Luthfiyah menyampaikan, jumlah kematian ibu mencapai 89,76 persen atau 18 orang pada tahun 2022. Kemudian naik menjadi 99,38 persen atau 20 orang selama tahun 2023.

Sementara jumlah kematian bayi dari yang semula 83 bayi atau 4,18 persen dengan angka lahir hidup (ALH) sebanyak 20.053 pada tahun 2022, naik menjadi 97 bayi atau 4,82 dengan angka lahir hidup sebanyak 20.124 selama tahun 2023.

Dia mengungkapkan, penyebab utama kematian ibu adalah eklampsia dan preeklamsia, sementara faktor lainnya seperti jantung, diabet dan lainnya.

“Sementara penyebab kematian bayi antara lain Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan asfiksia. Selain itu, juga diakibatkan bawaan keluarga, sepsis, peneumonia, diare, dan lainnya,” jelasnya.

Dia menegaskan, preeklamsia adalah komplikasi kehamilan berpotensi berbahaya yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan kadar protein tinggi dalam urine. Atau istilah awamnya keracunan kehamilan.

Sedangkan BBLR ini bisa disebabkan beberapa faktor, seperti genetika, konsumsi makanan junk food, kehamilan terlalu dini, prematur, serta preeklamsia.

“Diantara penyebabnya akibat asupan gizinya kurang, atau hobby konsumsi makanan tidak bergizi seperti junkfood. Afeksia ini hal yang paling berat, bisa karena BBLR sehingga pernafasannya kurang, dan berbagai hal,” tuturnya.

Sementara itu, Kadinkes Mukhibatul Khusnah menyampaikan, Dinkes telah berupaya maksimal dalam menekan angka AKI, AKB dan stunting. Antara lain mengajak ibu hamil untuk memeriksa kandungan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) sesuai usia kehamilan trimester dengan ANC terstandar (10T).

“Untuk memitigasi kasus tersebut bisa dimulai sejak seorang perempuan menjadi calon pengantin yang diwajibkan memeriksakan diri atau konsul kesehatan agar terbebas dari anemia, dan penyakit lainnya,” katanya.

Bagi ibu hamil (bumil) kata Khusnah bisa lakukan K6 yakni kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi, untuk mendapatkan pelayanan antenatal terpadu dan komprehensif sesuai standar, selama kehamilannya minimal 6 kali dengan distribusi waktu: 1 kali pada trimester ke-1 (0-12 minggu), 2 kali pada trimester ke-2 (>12 minggu-24 minggu), dan 3 kali pada trimester ke-3 (>24 minggu sampai kelahirannya).

“Jika Dinkes menemukan ada kasus kematian Ibu dan Anak pasti kita lakukan Audit Maternal Perinatal Surveilans dan Respon. Kita hadirkan pakar-pakar apa saja rekomendasi yang diberikan untuk kita evaluasi. Misalnya terlambat dirujuk kita intervensi dan perbaiki. Perbaikan mulai dari prosedur, kapasitas SDM, hingga sarpras, agar masalah-masalah atau kejadian-kejadian yang pernah terjadi tidak terulang lagi di masa yang akan datang,” terangnya.

Soal anggaran, kata Khusnah, dia megangkui bahwa anggaran dari APBD belum mencakup semua kebutuhan. Karena itu, Dinkes mendapatkan alokasi dari sejumlah sember pendanaan untuk penangan AKI, AKB dan stunting. Antara lain, dari Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), dan Dana Desa (DD).

“Kita juga mengandeng phak ketiga sebagai bapak asuh, misal gandeng perusahaan, alhamdulilah jalan,” terangnya.

Ditambahkan Khusnah, meski AKI dan AKB trendnya naik, namun stunting turun. Hal ini bisa dilihat dari tiga tahun terakhir. Salah satu upaya dilakukan pemerintah dengan program Gresik Urus Stunting (GUS).

Pada tahun 2024 tercatat balita stunting sebanyak 3.362, balita sembuh 5.719 dan balita lulus 2.876.

“Alhamdulillah trend kasus stunting di Kabupaten Gresik terus turun. Jika tahun 2021 berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) turun sebesar 12,8% dari 23,5%, di tahun 2021 menjadi 10,7% tahun 2022. Tahun 2023 9,4 persen. Target kami tahun 2024 turun dibawah 1 digit atau dibawah 10 persen. Lebih rendah dari Jawa Timur dan nasional yang ditargetkan 14 persen,” pungkasnya.

Sementara anggota Fraksi Gerindra, Lutfi Dawam mengungkapkan bahwa faktor penyebab AKI, AKB dan stunting tidak melulu kemiskinan. Sebab, banyak anak orang kaya kena stunting karena tak terurus dengan baik karena kesibukan orangtua bekerja.

“Saya contohkan anak orang kaya kena stunting. Anak dirawat pembantu karena kesibukan orangtua. Dibelikan susu orang tua seharga Rp 1 juta susu dijual pembantu dan dibelikan susu lain. Makan anak tidak mengandung gizi berimbanga,” ungkap Dawam.

Ia juga mengungkapkan banyaknya stunting di pulau Bawean karena mereka tidak faham baik pola asuh anak, layanan kesehatan dan lainnya.

“Karena itu, saya minta Kepala UPT Puskesmas, perawat, bidan turun berikan penyuluhan, beri pendampingan, jangan duduk di kantor saja,” pintanya.

Ia menambahkan, DPRD Gresik telah memberikan alokasi anggaran cukup untuk penangan AKI, AKB, dan stunting.

“Saya minta jangan selalu anggaran jadi alasan. Anggaran cukup saya rasa,” tandasnya.

Pada kesempatan ini, Dawam juga mengungkapkan banyak masyarakat yang belum tahu soal program Universal Health Coverage (UHC) atau berobat gratis.

“Banyak itu masyarakat berobat pakai umum di Puskesmas dan RSUD. Ada yang bayar Rp 3 juta. Padahal ada UHC, gratis,” ungkapnya.

Ia juga menyorotnya rusaknya sejumlah bangunan di RSUD Umar Masud Bawean dampak gempa bumi yang tak kunjung dilakukan perbaikan.

“Saya juga menyorot minimnya tenaga medis di Bawean, khususnya dokter spesialis, sehingga layanan kesehatan di Bawean tak maksimal,” pungkasnya. (Ink)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Most Popular