Jakarta, investigasi.today – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan terus mengawal proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) demi mencegah terjadinya praktik yang menyimpang. Sektor pendidikan menjadi salah satu atensi bagi lembaga antikorupsi itu mengingat banyak berhubungan dengan masyarakat.
“KPK melalui tugas koordinasi dan supervisi terus melakukan pendampingan dan pengawasan dalam upaya-upaya pencegahan korupsi di daerah, termasuk pada perbaikan tata kelola dunia pendidikan sebagai salah satu sektor pelayanan publik,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Senin (16/6).
Pada umumnya, KPK mengendus sejumlah masalah korupsi di sektor pelayanan publik seperti pemberian gratifikasi, pemerasan atau pungutan liar, kurangnya transparansi dan akuntabilitas, birokrasi rumit, pelayanan tidak responsif, hingga minim kepuasan publik. Masalah serupa turut terendus di pelayanan publik pada dunia pendidikan.
“Kurangnya transparansi kuota dan persyaratan dalam penerimaan peserta didik baru atau sistem penerimaan murid baru (SPMB) sehingga membuka celah penyuapan/pemerasan/gratifikasi,” ujar Budi.
KPK juga mengendus dugaan penyalahgunaan jalur masuk penerimaan peserta didik yang tidak sesuai dari jalur prestasi, afirmasi, perpindahan orang tua, dan zonasi. Dalam hal zonasi, kerap terjadi pemalsuan dokumen kartu keluarga dan KTP. Selain itu, terdapat masalah ketidaksesuaian data tunggal sosial ekonomi nasional (DTSEN).
“Untuk afirmasi data, data tunggal sosial ekonomi nasional (DTSEN) banyak tidak sesuai, banyak yang sebenarnya mampu tetapi masuk dalam DTSEN,” ungkap Budi.
KPK turut menyoroti soal perpindahan tugas orang tua, khususnya ASN dan pegawai BUMN. Sementara bagi orang tua yang bekerja sebagai swasta belum diakomodasi.
Masalah adanya piagam palsu terkait jalur prestasi juga menjadi perhatian KPK. Tak kalah penting, masalah pemanfaatan dana bantuan operasional sekolah (BOS) juga disorot.
“Pemanfaatan dana bantuan operasional sekolah (BOS) sering kali tidak sesuai peruntukan, dan pertanggungjawaban dana BOS seringkali tidak disertai bukti. Variabel penentuan BOS berdasarkan jumlah siswa, berjenjang dari sekolah meningkat sampai dengan ke kementerian. Modus pelanggaran dana BOS di antaranya kolaborasi antara pihak sekolah dan dinas terkait untuk mempermainkan jumlah siswa,” tutur Budi.
Atas dasar tersebut, diperlukan komitmen seluruh pemangku kepentingan di sektor pendidikan untuk mencegah korupsi secara optimal. KPK mendorong adanya keterbukaan informasi terkait persyaratan pendaftaran peserta didik baru. Diperlukan juga kebijakan dalam upaya mencegah pungli di dunia pendidikan. Tak kalah penting, perlu adanya sosialisasi pelaksanaan sistem penerimaan SPMB, forum konsultasi publik, survei kepuasan masyarakat, dan penanganan pengaduan sektor pendidikan.
“KPK melalui fungsi koordinasi dan supervisi akan terus melakukan pemantauan terkait upaya-upaya pencegahan korupsi pada sektor pendidikan. KPK juga terbuka untuk melakukan pendampingan,” pungkasnya. (Ink)