Jakarta, Investigasi.today – Komisi Pemilihan Umum (KPU) merespons isu akan kembali ditetapkannya sistem pemilu proporsional tertutup pada Pemilu 2024. Isu itu diembuskan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana yang mengaku mendapat bocoran terkait penetapan sistem pemilu proporsional tertutup oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Salah satu prinsip penyelenggaraan Pemilu adalah berkepastian hukum, sebagaimana termaktub dalam Pasal 3 huruf d UU Nomor 7 Tahun 2017. Oleh karena itu, saya belum bisa merespons isu-isu politik yang bersifat spekulatif,” kata Komisioner KPU Idham Holik, Senin (28/5).
Idham menyatakan, setiap warga negara seharusnya memiliki kesadaran dan kepatuhan hukum. Karena itu, KPU masih menunggu putusan resmi MK terkait judicial review (JR) atau uji materi UU Pemilu terkait sistem pemilu.
“Kita sebagai warga negara yang baik yang memiliki kesadaran dan kepatuhan hukum, mari kita tunggu MK RI bacakan Putusan atas perkara judicial review (JR) dengan Nomor 114/PUU-XX/2022. JR tersebut berkenaan dengan Pasal 168 Ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017, sistem proporsional daftar terbuka dalam pemilu legislatif,” ucap Idham.
“Atas dasar prinsip berkepastian hukum, KPU akan menjalankan hukum positif pemilu atau norma-norma yang ada dalam UU Pemilu yang masih efektif berlaku,” imbuhnya.
Sebelumnya, eks Wamenkumham Denny Indrayana mengaku mendapat kabar bahwa MK akan menetapkan sistem pemilu kembali ke proporsional tertutup. Menurut Denny, masyarakat sebagai pemilih hanya akan memilih gambar partai politik pada pemilu legislatif (Pileg).
“Saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja,” ucap Denny Indrayana dalam cuitan pada akun media sosial Twitter, Minggu (27/5).
Denny menduga, putusan sistem pemilu itu akan terdapat perbedaan pendapat hakim konstitusi atau dissenting opinion. Ia menyebut, komposisi itu berbanding enam dan tiga dari sembilan hakim konstitusi.
“Info tersebut menyatakan, komposisi putusan enam berbanding tiga dissenting,” ujar Denny.
Saat dikonfirmasi terkait sumber informasi yang diperolehnya itu, kata Denny, dipastikan bisa dipertanggungjawabkan kredibilitasnya. Namun, Denny enggan membocorkan informannya itu. Ia memastikan, sumbernya bukan dari hakim konstitusi.
“Tentunya saya sangat yakin kredibilitasnya,” tegas Denny.
Ia pun menyebut, sistem pemilu proporsional tertutup akan kembali ke zaman orde baru. Sehingga, masyarakat sebagai pemilih hanya ditawarkan gambar parpol.
“Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba, otoritarian dan koruptif,” cetus Denny.
Sementara itu, juru bicara MK Fajar Laksono menampik pernyataan Denny Indrayana itu. Menurut Fajar, MK baru akan mendengar kesimpulan gugatan sistem pemilu dari para pihak terkait, pada Rabu (31/5).
“Silakan tanya mendalam kepada yang bersangkutan. Yang pasti, sesuai agenda persidangan terakhir kemarin dalam perkara tersebut, tanggal 31 Mei mendatang penyerahan kesimpulan para pihak,” tegas Fajar.
Menurut Fajar, berdasarkan persidangan dan dokumen-dokumen perkara, baru akan dibahas dan diambil keputusan oleh Majelis Hakim dalam rapat permusyawaratan hakim.
“Selanjutnya, kalau putusan sudah siap, akan diagendakan sidang pengucapan putusan. Begituu alurnya,” pungkas Fajar.