
Jakarta, Investigasi.today – Mantan bupati Bogor periode 2015-2018 Nurhayanti kembali dipanggil penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi pemotongan uang dan gratifikasi oleh mantan bupati Bogor 2008-2014 Rachmat Yasin (RY).
Saat dikonfirmasi terkait hal ini, Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan “iya benar, yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka RY,” ungkapnya, Selasa (14/7).
Tidak hanya Nurhayanti, KPK juga memanggil seorang saksi lainnya untuk tersangka Rachmat, yakni Camat Jasinga, Kabupaten Bogor, Asep Aer Sukmaji.
Untuk diketahui, Nurhayanti pernah diperiksa KPK pada 2 Maret 2020, sebagai saksi untuk Rachmat. Saat itu penyidik menanyakan soal pengumpulan uang atas perintah tersangka Rachmat kepada dinas-dinas di Pemkab Bogor.
Rachmat ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus suap pada 25 Juni 2019. Rachmat diduga meminta, menerima atau memotong pembayaran dari beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sebesar Rp 8,93 miliar. Uang tersebut diduga digunakan untuk biaya operasional bupati serta kebutuhan kampanye pemilihan kepala daerah dan pemilu legislatif yang diselenggarakan pada 2013 dan 2014.
Selain itu, Rachmat juga diduga menerima gratifikasi berupa tanah seluas 20 hektare di Jonggol, Kabupaten Bogor, dan mobil Toyota Vellfire senilai Rp 825 juta. Gratifikasi tersebut diduga berhubungan dengan jabatan tersangka dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya serta tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja.
Akibat perbuatannya, KPK menjerat Rachmat dengan Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pada 8 Mei 2019, Rachmat telah menjalani masa hukuman terkait perkara korupsi di Lapas Sukamiskin Bandung, Rachmat terbukti menerima suap senilai Rp 4,5 miliar untuk memuluskan rekomendasi surat tukar menukar kawasan hutan atas nama PT Bukit Jonggol Asri seluas 2.754 hektare dan divonis 5 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 300 juta. (Ink)