Monday, July 7, 2025
HomeBerita BaruJatimPakar Biologi ITS Tanggapi Paus Terdampar di Bangkalan

Pakar Biologi ITS Tanggapi Paus Terdampar di Bangkalan

Surabaya, Investigasi.today – Adanya puluhan ekor ikan paus yang terdampar di KabupatenBangkalan, Madura pada Kamis (18/2) lalu masih mengundangsejumlah pertanyaan. Kepala Departemen Biologi, FakultasSains dan Analitika Data, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Dr Dewi Hidayati SSi MSi memberikan beberapatanggapan dan jawaban berdasarkan referensi ilmiah terhadapfaktor yang mempengaruhi fenomena tersebut dapat terjadi.

Berdasarkan beberapa jurnal dan laporan media massa, pakarBiologi kelautan ini mengungkapkan, dalam periode tertentuikan paus akan melakukan migrasi yang dilakukan secaraberkelompok. Umumnya, paus yang bermigrasi melalui perairanIndonesia adalah jenis paus pilot atau short-finned pilot whale.

Sedikitnya ada 52 ekor paus yang terdampar tersebutdiperkirakan berasal dari perairan Australia dan akan melewatiperairan Indonesia. Dalam sebuah jurnal dari journals.org tentang aktivitas migrasi paus mengungkapkan bahwa migrasiakan mencapai puncaknya pada bulan Februari dan Mei. “Padapenelitian tersebut dan juga beberapa laporan lain menyebutkanbahwa paus umumnya akan melewati jalur yang sama untukbermigrasi,” ujarnya.

Berbicara tentang kemampuan paus yang bisa mengingat jaluryang dilalui setiap tahunnya, hal ini bisa dilakukan berkatadanya biomagnitit. Dewi menjelaskan, yang dimaksudbiomagnitit  adalah zat yang berada pada retina cetacea yang mempunyai fungsi sebagai indra magnetis yang membantumereka mengetahui ke arah mana bergerak. “Hal ini membuatpaus peka terhadap perubahan medan magnet bumi,” ujarnya.

Dalam sebuah referensi artikel ilmiah berjudul In – depth Whale Navigation: Navigating the Long Way Home karya Robin Marksdikatakan bahwa paus yang mengikuti ‘jalur’ magnet inikemungkinan besar akan terdampar di daerah yang jalurnyaberbelok. “Kemungkinan termasuk di beberapa perairan pantaiPulau Madura dan kawasan Selat Madura,” jelasnya.

Ia memprediksi, jika perubahan yang terjadi pada navigasi paus bisa dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, mulai dari cuacayang ekstrem, gelombang sinar matahari, perubahan garispantai, paus sakit, dan bisa saja dari aktivitas kilang minyakyang berada di sekitar perairan. “Karena ada juga referensi yang mengatakan bahwa rig (bangunan lepas pantai, red) dijadikanpatokan magnetik bagi paus,” imbuhnya.

Salah satu dosen yang merupakan anggota LaboratoriumZoologi dan Rekayasa Hewan Biologi ITS ini menyimpulkan, sebenarnya banyak teori terkait anomali ini, karena banyakkasus yang terjadi namun penyebabnya belum diketahui secarapasti. Ia mengamati bahwa pada saat ini masyarakat dengankearifan lokalnya telah melakukan beberapa upayapenyelamatan.

Diharapkan ke depannya, masyarakat lokal bersama institusiterkait dapat membuat protokol langkah mitigasi dalammenangani kasus paus yang terdampar. Pasalnya, tidak hanyasekali terjadi di Indonesia.

Dengan respon yang tanggap dari masyarakat diharapkan bisamembantu paus untuk kembali melakukan perjalananmigrasinya. “Besarnya tubuh paus lah yang menyebabkan ia takdapat bermanuver kembali ke laut, sehingga dibutuhkan bantuanlangsung dari manusia,” tuturnya.

Dewi menganjurkan langkah-langkah yang dapat dilakukanmasyarakat saat ini untuk mengatasi masalah paus terdampar di pantai adalah, memprediksi kapan dan di mana peristiwa paus biasanya terdampar. “Bisa digalakkan untuk membangun pospaus di sekitar pantai, pos ini berfungsi sebagai pemantaukondisi pantai, juga bisa sebagai media edukasi paus,” jelasnyakemudian.

Apabila masyarakat melihat paus-paus terdampar, iamenganjurkan untuk menjaga paus tetap dalam keadaan basahkarena penyebab paus mati disebabkan karena kehilangan kadarair di tubuhnya secara drastis. Langkah ini bisa dilakukandengan menyiramnya dan membasahi tubuh dengan air laut, atau dengan segera melepasnya ke laut kembali. Bahkan jikatidak memungkinkan, untuk mengurangi penderitaan, beberapareferensi ilmiah menyarankan euthanasia. Hal ini dikutip daribeberapa referensi, salah satunya dari buku National Guidance on the Management of Whale and Dolphin Incidents in Australian Waters.

Mengenai perlakuan bangkai paus yang ada, Dewi menyarankanuntuk mengutamakan membuang bangkai ke laut, karena denganbanyaknya bangkai yang membusuk, dapat dijadikan sebagaisumber makanan predator yang dapat berkontribusi pada rantaimakanan laut. “Atau mungkin dari rangka paus yang mati bisadijadikan sebagai sumber bahan pengajaran untukmengembangkan studi tentang mamalia laut ini,” tandas Dewimengingatkan. (Lg)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -



Most Popular