
Jakarta, Investigasi.today – Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin mengungkapkan seorang pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) inisial FH jadi tersangka kasus Jiwasraya karena dinilai lemah dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap penyelenggara keuangan.
Dalam rapat bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Burhanuddin mengatakan, “seandainya pengawasan itu berjalan dengan benar, kasus Asuransi Jiwasraya ini tidak akan sebesar ini,” ungkapnya, Senin (29/6).
Burhanuddin menjelaskan peran tersangka FH yang menjabat Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2017-2022 itu menjadi penyebab terjadinya kelemahan dalam pengawasan penyelenggaraan keuangan Asuransi Jiwasraya tersebut.
“Kami sudah pastikan, satu orang dari OJK sudah ditetapkan menjadi tersangka,” tandasnya.
Untuk diketahui, pada periode 2014-2018 lalu, Asuransi Jiwasraya mempercayakan untuk berinvestasi saham dan reksadana untuk dikelola oleh 13 manager investasi (MI). Menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), nilai investasi reksadana dan harga pembelian mencapai Rp 12,7 triliun.
Ada dugaan13 MI itu menerbitkan harga saham-saham investasi yang sudah dinaikkan (mark up) secara signifikan oleh tersangka Jiwasraya lainnya yaitu HH dan BT antara lain saham IIKP, PPRO, SMBR, TRAM, SMRU, MYRX, ARMY, BTEK, LCGP, RIMO, POOL, SUGI, BJBR.
Namun, FH, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A, diduga mengetahui adanya penyimpangan transaksi saham IIKP yang harga sahamnya sudah dinaikkan oleh grup tersangka HH yang ikut dijadikan portofolio reksadana 13 MI yang penyertaan modal terbesar adalah Jiwasraya.
Kejaksaan Agung menyebut, FH sudah mendapat laporan dari Direktorat Pengawasan Transaksi Efek (DPTE) mengenai penyimpangan transaksi saham tersebut adalah tindak pidana pasar modal sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Perdagangan Modal.
Tidak hanya itu, Direktorat Pengelolaan Investasi (DPIV) yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap pengelolaan investasi khusus Reksadana, sudah menemukan pengelolaan investasi khusus reksadana dari saham IIKP yang harganya sudah dinaikkan oleh grup tersangka HH menjadi portofolio produk reksadana yang dikelola oleh 13 MI milik Jiwasraya.
Berdasarkan fakta yang ditemukan oleh DPTE dan DPIV, ternyata FH tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap produk reksadana tersebut.
Akibat dari perbuatan FH, produk reksadana pada 2016 itu menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi Jiwasraya pada 2018 hingga mencapai sebesar Rp 16,8 triliun. (Ink)