
SURABAYA, Investigasi.today – Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Jawa Timur menangkap empat orang pembuat dan penyebar website palsu atau scampage.
Para pelaku tersebut mengatasnamakan kelompoknya sebagai Umbrella Corp. Mereka ialah KEP, PRS, RKY, dan TMS. Sementara itu, tiga anggota lainnya berinisial BY, HGL, dan FR dalam status DPO.
Wakapolda Jatim Brigjen Slamet Hadi Supraptoyo mengatakan kelompok tersebut membuat website palsu menyerupai laman resmi PayPal.
“Sejak 2018 hingga 2022 website palsu buatan mereka telah mencuri sebanyak 260.000 data dari warga di 70 negara,” kata Slamet di Polda Jatim, Rabu (9/11). Dia memerinci data warga negara Amerika sebanyak 239.000, Inggris 12.000, Rumania 5.000, Australia 2.400, dan Indonesia 100.
“Mereka mengalami kerugian karena datanya dipakai, kalau masih ada sisa uang di kartu kreditnya ya akan digunakan mereka,” ujarnya.
Dirreskrimsus Polda Jatim Kombes Farman menjelaskan cara kerja website palsu itu menggunakan tools yang dibuat sendiri bernama ‘number phone generator’ untuk mencari akun email dan nomor ponsel target.
Kemudian, setelah berhasil mendapatkan email dan nomor ponsel, pelaku mengirim link URL.
“Link URL tersebut bila di klik oleh target, akan mengarah ke website scam buatan mereka,” jelasnya. Jika korban tidak tertarik akan diabaikan, sedangkan jika tertarik korban mengisi form tersebut. Data itu yang diambil lalu dijual oleh tersangka di pasar gelap.
“Hasil penjualan di pasar gelap berupa mata uang bitcoin, dan dikonversikan ke rupiah, para tersangka telah meraup keuntungan sebesar Rp 5 miliar,” katanya. Dari keuntungan tersebut, mereka membeli sebuah mobil Pajero, HRV, Yaris dan satu rumah di daerah Sumatera Selatan, dan sudah dilakukan penyitaan.
Dari tangan para tersangka, polisi menyita barang bukti dua unit laptop, empat buah ponsel, dua pucuk senjata air soft gun dan senjata api berikut peluru, tiga unit mobil, sertifikat tanah, beberapa buku tabungan ATM, seperangkat komputer rakitan, dan uang tunai Rp 273 juta.
Atas perbuatannya, mereka dijerat Pasal 35 Juncto Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. “Ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp. 12 miliar,” tandas Farman. (Slv)