Makassar, investigasi.today – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) berupaya untuk mencegah pekerja migran ilegal yang terus menjamur. Setidaknya ada 500 pekerja migran gelap asal Sulsel yang berhasil dideportasi selama 2023.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sulsel Ardiles Saggaf memastikan pihaknya berbenah untuk mencegah pekerja migran ilegal tersebut. Salah satunya, kata dia, dengan membentuk sistem terpadu yang disinergikan dengan seluruh Pemerintah Daerah (Pemda) di Sulsel.
“Kami dari Pemprov sudah membentuk namanya layanan terpadu satu atap. Itu kita bersinergi dan berkolaborasi dengan kabupaten/kota dalam rangka upaya untuk khususnya menyangkut masalah proses kelengkapan administrasi opini kita itu lebih dimaksimalkan,” ucap Ardiles Saggaf, Jumat (26/1).
Ardiles menyebut sistem tersebut juga bertujuan untuk mempermudah para pekerja migran dalam mengurus kelengkapan administrasinya. Utamanya mengurus sertifikat yang diterbitkan oleh Pemprov Sulsel bagi pekerja migran tersebut.
“Apalagi sekarang semua PMI yang berangkat dari kabupaten/kota itu harus mampu mempunyai sertifikat provinsi. Jangankan pekerja formal, pekerja informal pun sekarang ada. Dilengkapi dengan sertifikat provinsi,” sebutnya.
Selain itu, dia mengungkapkan pihaknya turut menggandeng Polda Sulsel dan imigrasi dalam memperketat pengawasan jalur keluar para pekerja migran. Upaya pengawasan ini, kata Ardiles, juga melibatkan Badan Pengawas Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
“Kemudian menyangkut masalah pengawasan, kami bersama Polda, Imigrasi, termasuk BP2MI bersatu padu untuk melakukan pengawasan seluruh pintu-pintu keluar. Termasuk dari Pelabuhan Soekarno-Hatta, Pelabuhan Garongkong,” tuturnya.
Meski begitu, Ardiles tak menampik jika ada jalur gelap yang sering dilewati para pekerja migran untuk keluar dari Sulsel. Dia menyebut jalur tersebut memang kurang pengawasan sebelumnya.
“Kami di Sulsel kita akui ada kabupaten/kota yang masuk ke dalam kantong-kantong PMI. Maka untuk itu, memang yang paling banyak PMI kita yang melewati jalur trap itu,” ungkapnya.
Namun dia memastikan kini jalur tersebut juga telah dijaga dan diawasi secara ketat oleh aparat kepolisian. Ardiles menegaskan jalur itu sudah berada dalam kendali penuh.
“Karena ada pengawasan ketat, makanya ada jalur lain di Barru. Nah, itu sudah kita koordinasi dan memberikan informasi dengan Polda. Untuk melakukan pengawasan PMI, teman-teman kita yang melewati jalur-jalur seperti itu,” tegasnya.
Ardiles menambahkan pihaknya berhasil mendeportasi 500 pekerja migran gelap yang berhasil keluar dari Sulsel tanpa administrasi yang jelas. Hal ini dilakukan lantaran mempertimbangkan keselamatan dan keberlangsungan hidup para pekerja migran ilegal tersebut.
“Data kami tahun 2023, kami ada sekitar 500 orang PMI (ilegal). Jadi koordinasi kami dengan BP2MI memulangkan warga Sulsel yang ada di situ,” terangnya.
Dia mengatakan banyak di antara mereka dipulangkan dari negara tetangga, Malaysia. Ardiles tak menampik akses ke Malaysia memang mudah dan banyak diminati.
“Yang paling banyak Malaysia. Karena memang akses jalur yang paling gampang itu lewat Malaysia,” tuturnya.
Ardiles menjelaskan pekerja migran gelap itu banyak berasal dari Kabupaten Bulukumba, Jeneponto, Bantaeng, hingga Pinrang. Dia menyebut daerah-daerah tersebut memang menjadi kantong pekerja migran, baik yang legal maupun ilegal.
“Yang paling banyak itu Bulukumba, Jeneponto, Bantaeng, Sinjai. Kemudian Bone, termasuk Pinrang. Tapi dari beberapa kabupaten itu memang merupakan kabupaten yang paling banyak kantong PMI-nya,” tutupnya. (Mona)