
Jakarta, Investigasi.today – Dalam Pilkada serentak 2020 nanti, Menko Polhukam Mahfud Md menyebut informasi hoax, fitnah dan SARA masih menjadi tantangan yang akan dihadapi. Mahfud juga menyampaikan pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar aparat tidak terlalu sensitif menindak hal tersebut.
Dalam pidato yang disiarkan secara daring di akun Youtube Bawaslu RI, Mahfud MD mengatakan “selain wabah pandemi COVID-19, tantangan lain yang dihadapi dalam penyelenggaraan Pilkada serentak adalah munculnya konten-konten berita yang mengandung hoax, fitnah, SARA, dan ujaran kebencian, ramai sekali itu,” ungkapnya, Selasa (23/6).
“Saya.. anu… bapak polisi, Pak Kabarhakam dan bapak kejaksaan dan yang lain-lain. Beberapa hari yang lalu bicara dengan bapak presiden tentang hal-hal yang begini, memang memprihatinkan tapi pesan pak Presiden itu aparat itu jangan terlalu sensi, jangan terlalu sensitif,” lanjutnya.
Mahfud juga mengingatkan aparat untuk tidak asal menangkap orang, jika hanya hoax ringan maka aparat bisa mengedepankan restorative justice. “Ada apa-apa ditangkap, ada apa-apa diadili. Orang mau webinar dilarang, ndak usah, biarin aja kata presiden, wong kita seminar tidak seminar tetap difitnah terus kok, mau seminar, mau ndak, diawasi aja. Kalau melanggar hukum yang luar biasa itu yang kriminil, kriminiil nampak di mata umum dianggap kriminil baru ditindak. Kalau cuman bikin hoax-hoax ringan gitu ya orang bergurau ya biarin sajalah gitu,” tandas Mahfud.
Restorative justice itu menjadikan hukum sebagai alat untuk membangun harmoni. Pelanggaran yang tidak terlalu meresahkan masyarakat, bisa diselesaikan dengan baik-baik. “Pak Tito tuh pernah memberi contoh begini, kepada pegawai pejabat-pejabat pos lintas batas di perbatasan kan sering ada orang lintas batas sini, membeli barang kesini karena murah, ini menjual ke sini karena dapat uang lebih banyak daripada di Indonesia masuk perbatasan Malaysia,” tuturnya.
“Itu melanggar hukum, iya. Melanggar hukum, tetapi kalau cuman seperti itu ya dibina saja ndak usah diproses verbal, kamu melanggar pasal sekian, pasal sekian, inflitrasi dengan negara lain, ndak usah. Yang begitu tuh biarin aja. Tetapi kalau orang melalukan pembunuhan, menyelundupkan narkoba dan sebagainya baru ditindak,” terangnya.
Mahfud menegaskan orang yang berbicara kurang tepat dalam konteks seminar maupun kampanye bisa melakukan klarifikasi dan meminta aparat melakukan pendekatan yang lebih manusiawi. “Nah itu yang disebut restorative justice. Saya bicara dalam konteks, hoax, seminar, orang kampanye yang mungkin bicara kurang tepat ya diluruskan-luruskan tetapi pakai pendekatan yang lebih manusiawi, ndak pake terlalu sensi gitu,” pungkasnya. (Ink)