Jakarta, investigasi.today – Pimpinan KPK menemui Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, Kamis, (7/11). Pertemuan berlangsung di kantor Yusril.
Dalam pertemuan itu, Ketua KPK Nawawi Pomolango didampingi oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dan Johanis Tanak.
Pimpinan lembaga antirasuah mendiskusikan sejumlah isu, salah satunya terkait RUU Perampasan Aset. Pembahasan RUU ini tak kunjung dilakukan di parlemen.
Terkait itu, Yusril menegaskan bahwa pemerintahan saat ini bakal meneruskan pembahasan RUU tersebut tanpa bermaksud menariknya kembali.
“Saya sudah mempelajari RUU itu dan menyadari ini merupakan hal baru yang sebelumnya tidak dikenal dalam perundangan kita,” ujar Yusril, Jumat (8/11).
“Selama ini kita hanya mengenal penyitaan dalam proses penyidikan dan perampasan atas harta benda/barang bukti yang dituangkan dalam putusan pengadilan,” lanjutnya.
Badan Legislasi DPR RI memang tengah menggodok undang-undang apa saja yang akan masuk dalam Prolegnas 2025-2029. Salah satu RUU yang menjadi sorotan adalah RUU Perampasan Aset.
RUU ini sempat menjadi sorotan Presiden ke-7 RI Joko Widodo di ujung masa jabatannya karena pembahasannya tak kunjung dilakukan di parlemen.
RUU Perampasan Aset adalah Rancangan Undang-Undang yang bertujuan untuk pengambilan kembali aset yang diperoleh dari hasil korupsi dan tindak pidana lainnya kepada negara. Secara sederhana, RUU ini memungkinkan praktik memiskinan koruptor.
Menurutnya, perumusan RUU Perampasan Aset mesti dilakukan dengan cermat agar menjamin keadilan, kepastian hukum, dan HAM.
“Perampasan ini di luar kategori itu, sehingga harus dirumuskan dengan cermat agar menjamin keadilan, kepastian hukum dan HAM,” jelasnya.
Yusril pun menyebut, publik dan para pakar juga dapat menyumbangkan pikirannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan DPR terkait pembahasan RUU Perampasan Aset itu.
Selain itu, pertemuan tersebut juga membahas persoalan Capim KPK yang sempat dianggap menuai polemik. Muncul juga desakan kepada Presiden Prabowo membentuk ulang Pansel KPK.
Pasalnya, Pansel KPK saat itu merupakan bentukan Presiden Jokowi. Padahal, putusan MK dalam pertimbangan hukumnya menyatakan Presiden hanya diberi kesempatan satu kali mengajukan nama-nama calon Pimpinan KPK ke DPR. Sementara Jokowi sudah pernah menyerahkan hasil Pansel KPK pada 2019 lalu.
Yusril mengatakan bahwa Presiden Prabowo tidak bermaksud untuk menarik nama-nama hasil seleksi Pansel yang telah disampaikan Presiden Jokowi ke DPR.
Untuk mengatasi keadaan itu, lanjutnya, pimpinan DPR belum lama ini juga telah bersurat kepada Presiden. Hal itu untuk menanyakan apakah Presiden Prabowo akan menarik nama-nama yang telah diajukan Presiden Jokowi, membentuk Pansel baru dan memilih calon-calon baru atau tidak.
Menurut Yusril, Presiden Prabowo telah menjawab surat DPR dan menyatakan setuju dengan nama-nama yang telah diusulkan. DPR pun dipersilakan memproses nama-nama tersebut untuk memilih lima nama untuk ditetapkan oleh Presiden.
“Ini merupakan jalan tengah agar Pasal 30 UU KPK dipatuhi dan Putusan MK juga dipatuhi,” tutur dia.
“Jalan tengah ini insyaallah dapat mengatasi kemungkinan terjadinya kevakuman Pimpinan KPK yang akan segera berakhir di pengujung Desember yang akan datang,” ujar Yusril. (Ink)