Teks foto; Wakil Ketua DPRD Gresik, Nur Saidah
GRESIK, Investigasi.Today – Menanggapi jawaban yang diberikan Wabup Moh Qosim terkiat jebloknya sejumlah pendapatan asli daerah (PAD) pada pandangan umum (PU) fraksi terhadap PAPBD 2018 di sidang paripurna, Rabu(19/9) kemarin.
Wakil Ketua DPRD Gresik Nur Saidah, yang saat itu memimpin sidang paripurna menyayangkan jawaban yang diberikan wabup dalam menyikapi jebloknya PAD yang selalu bersifat normatif.
“Selama ini jawabannya selalu seperti itu. Selalu normatif. Tak ada inovasi, tak ada gebrakan,” ujar Nur Saidah usai memimpin rapat paripurna.
Menurut Nur Saidah, seharusnya para OPD selaku yang bertanggung jawab terhadap pendapatan yang jeblok harus bisa berlaku fair (jujur), dan mengevaluasi kelemahan dan kekurangan.
Juga yang penting adalah bisa cari solusi dan membuat terobosan terhadap kegagalan dalam pencapaian PAD. Jangan terus pasrah terlebih pasif,” cetus politisi Gerindra asal Duduk Sampeyan ini.
Nur Saidah mengakui, jebloknya sejumlah PAD tahun 2018 merupakan yang terburuk dalam sejarah pengangggaran APBD maupun PAPBD.
“Penurunannya sangat signifikan dari target yang telah ditetapkan. Itu terjadi tak hanya di satu organisasi perangkat daerah(OPD). Namun, hampir menyeluruh di semua OPD besar yang memiliki tanggung jawab terhadap pendapatan, ungkapnya.
“Fakta ini yang berimbas terhadap jebloknya kekuatan keuangan di PAPBD 2018. Dari kekuatan keuangan APBD tahun 2018 Rp 2.897.503.571.000 pada PAPBD 2018 merosot tinggal Rp 2.868.652.710.634, atau minus Rp 28.850.860.366,” papar bacaleg Dapil II (Duduk Sampeyan dan Cerme) ini.
Wakil Ketua DPRD itu juga membeberkan PAD di sejumlah OPD yang jeblok. PAD dimaksud seperti sektor parkir tepi jalan umum. Dari target Rp 5,5 miliar hingga Agustus 2018 hanya terpenuhi Rp 1,7 miliar.
PPJ (pajak penerangan jalan) non-PLN dari target Rp 16 miliar hingga bulan Agustus hanya terpenuhi Rp 11 miliar. Kemudian, pajak reklame. Dari target Rp 4,5 miliar hingga bulan Agustus hanya terpenuhi Rp 2 miliar.
Retribusi parkir khusus dari target Rp 1,6 miliar diestimasikan hanya bisaterpenuhi Rp 532 juta setelah diturunkan Rp 1,150 miliar.
“Jebloknya sejumlah sumber PAD dimaksud harus disikapi serius oleh kepala daerah. Kalau tidak, akan berdampak tak baik terhadap terealisasinya sejumlah kegiatan/program yang telah dicanangkan. Sebab, PAD merupakan salah satu modal penopang biaya pembangunan,” pungkasnya. (Salvado)