
Bangli, investigasi.today – Puluhan warga di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Batur Bukit Payang, Desa Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, mengadang alat berat milik PT Tanaya Pesona Batur (TPB). Pengadangan dilakukan karena warga menolak lahan tersebut hendak dibangun taman hiburan.
Salah satu petani Ni Kadek Suryani menjelaskan aksi penghadangan dilakukan mulai pukul 09.30 Wita. Warga berbondong-bondong mencegah alat berat yang hendak meratakan lahan garapan mereka yang telah ditanami bawang, kol, terong, dan cabai.
“Kami meninggalkan tanaman yang sedang kami siram setelah mendapatkan informasi alat berat akan turun pada pukul 10.00 Wita,” kata Suryani, Selasa (17/10).
Untuk diketahui, warga di kawasan hutan TWA Gunung Batur Bukit Payang telah menempati dan mengelola kawasan hutan secara turun temurun sejak 1930. Selain itu, warga juga mendapat kepercayaan oleh Kementerian Kehutanan Lingkungan Hidup (KLHK) pada 1996 untuk menanami kawasan hutan itu dengan pohon kayu putih secara kolektif.
Namun, kawasan TWA yang pengelolaannya telah berada di bawah Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali sejak 2014 mengeluarkan izin pembangunan taman hiburan kepada PT TPB. Warga pun menolak pembangunan taman hiburan tersebut.
Sebelumnya, warga secara tegas menolak untuk menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang diajukan oleh pihak perusahaan. Kendati demikian, pihak perusahaan tetap memaksa untuk meratakan lahan milik warga berbekal surat izin yang telah ditandatangani oleh BKSDA.
Sepengetahuan Suryani, sosialisasi maupun pertemuan mengenai permasalahan tanah belum menemukan titik terang. Sebab, sosialisasi dan pertemuan hanya ditujukan kepada salah satu pengurus Kelompok Sadar Wisatawan (Pokdarwis) Ampupu Kembar dan tidak melibatkan warga secara keseluruhan.
Akibatnya, warga merasa dirugikan karena tidak pernah sekalipun memberikan izin untuk pengelolaan lahan mereka kepada pihak perusahaan. “Kami yang memiliki lahan di sini dan telah menggarap hingga anak-anak kami sebesar sekarang, kami hidup dari lahan ini, tapi kenapa mereka seenaknya memberikan lahan ini kepada pihak perusahaan untuk mendirikan resort? Lalu, kami harus ke mana?” ungkapnya heran.
Sebelumnya, LBH Bali mendesak KLHK mencabut izin pembangunan taman hiburan di Desa Batur. Pasalnya, proyek tersebut dinilai merampas lahan milik petani.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali Rezky Pratiwi menilai PT TPB telah melakukan green grabbing. Green grabbing adalah praktik perampasan tanah dan sumber daya alam dengan menggunakan legitimasi isu konservasi dan lingkungan yang banyak dilakukan pada bisnis pariwisata.
“Warga tidak diberikan kesempatan untuk memberikan persetujuan atau ketidaksetujuannya atas proyek. Hingga kini warga masih bertahan meski dikriminalisasi dan terancam tersisih dari hutan yang jadi sumber penghidupan mereka,” ujar Rezky. (Iskandar)