
Surabaya, Investigasi.today – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi meminta warga melapor ke WhatsApp Grup Forum Komunikasi (WAG Forkom) RT, RW, dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) saat ada banjir di wilayah itu.
”Saya minta kepada seluruh RT, RW, dan LPMK, untuk mengirimkan foto ketika hujan ke dalam WAG Forkom, saya akan lihat semuanya,” kata Eri Cahyadi. Surabaya, Senin (8/5).
Dia mengatakan, banjir di Surabaya tidak akan bisa diatasi jika warga tidak rasa saling peduli menjaga lingkungan. Karena itu, Eri mengajak warga kerja bakti membuat saluran minimal 60 cm, membuang sampah pada tempatnya, dan lapor melalui WAG Forkom RT, RW, dan LPMK, bila ada masalah yang menyebabkan banjir.
”Saya juga mengapresiasi kepada warga, terima kasih sudah memberikan informasi itu, karena kalau tanpa adanya informasi dari warga, saya nggak akan pernah tahu (banjir),” ujar Eri.
Seperti banjir yang terjadi pada 28 April, setelah hujan sangat deras di wilayah Surabaya selatan perkampungan di Kecamatan Sawahan dan Kecamatan Dukuh Pakis terendam air. Saat itu, warga ramai-ramai melaporkan melalui WAG Forkom hingga sosial media.
Dengan adanya keterbukaan melalui WAG Forkom, Wali Kota Surabaya, mengaku telah mengubah anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) yang dialihkan sebagian untuk dana kelurahan (dakel) dan penanganan banjir. Dengan diubahnya anggaran itu, dia meminta lurah dan camat bertemu dengan RT dan RW melakukan pendataan fasilitas publik di perkampungan.
”Jadi saya minta lurah dan camat itu untuk mendata, kampung mana saja yang tidak ada penerangan jalan umum (PJU), dan yang ada banjir, sudah kami plot sekarang. Sehingga nanti ada yang dikerjakan menggunakan dakel 2023, ada yang dikerjakan pada 2024,” terang Eri.
Dia menyampaikan, perubahan anggaran keuangan (PAK) dan mendahului perubahan anggaran keuangan (MPAK) itu telah disampaikan kepada DPRD Kota Surabaya dan disetujui untuk menyelesaikan permasalahan di perkampungan.
”Anggaran 2023, saya paksakan untuk itu semua, alhamdulillah bisa. Tanpa adanya WAG Forkom itu, saya menjadi tertutup dan tidak berani terbuka, bisa jadi tidak tahu kalau ada warga yang menderita,” ucap Eri.
Dia tidak ingin ke depannya ada lagi musyawarah rencana pembangunan (Musrembang) di kelurahan tanpa ada tindak lanjut karena keterbatasan anggaran dakel. Pemkot harus mengubah dan membuat skala prioritas anggaran untuk kepentingan warga di perkampungan menggunakan dakel. (Laga)