Lumajang, Investigasi.today – Daftar pegunungan di Jatim yang mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla) makin bertambah. Terakhir terjadi di kawasan Gunung Ijen.
Kebakaran yang melanda kawasan yang baru saja masuk daftar UNESCO Global Geopark (UGG) itu cukup besar. Dari data terakhir hingga kemarin, sedikitnya 50 hektare (Ha) lahan terdampak.
Berdasar laporan yang dihimpun, api mulai menjalar di kawasan Ijen sejak Selasa (12/9) petang. Titik api berawal dari lahan yang dikelola PTPN XII. ’’Api lantas membesar dan membakar petak 102-B dan 103-A milik Perhutani,” ujar Kasi Kedaruratan BPBD Jatim Satriyo Nurseno kemarin.
Satriyo menyatakan bahwa total luas lahan yang terbakar mencapai 50 hektare. Mayoritas adalah ilalang dan semak belukar di kawasan Geopark. ’’Api sempat terbagi menjadi beberapa titik,” kata Satriyo.
Namun, tak seperti kebakaran di Bromo dan Arjuno, api yang melalap kawasan Ijen relatif cepat tertangani. Hanya, dampaknya membuat pengelola kawasan wisata itu kelimpungan. Sebab, yang terbakar adalah area-area yang punya potensi wisata tinggi.
BPBD memastikan kebakaran di Ijen tak sampai mengganggu aktivitas wisata. Kawasan itu tetap dibuka. Saat ini wisatawan yang keluar masuk diperketat. Mereka dilarang membuang puntung rokok sembarangan di area wisata.
Di bagian lain, karhutla yang terjadi selama beberapa hari di kawasan Gunung Bromo akhirnya teratasi. Semua titik api bisa dipadamkan. Selain berkat pemadaman selama lebih dari 10 hari, hujan yang turun ikut membantu padamnya api. Hingga kemarin, petugas gabungan menyelesaikan upaya pembasahan.
menjelaskan, jika diakumulasi, proses pemadaman di Bromo memang membutuhkan perjuangan ekstra. Saat menggunakan skema water bombing, helikopter Puma pembawa air beroperasi hingga 29 kali putaran.
Itu belum termasuk helikopter Bell yang beroperasi 12 kali. ’’Apalagi, di lapangan banyak kendala. Terutama cuaca,” katanya.
Meski api sudah berhasil dikendalikan, hingga kemarin kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) masih ditutup sementara demi keamanan.
Pertimbangannya, hingga kini potensi terjadi karhutla masih tinggi. Ditambah, petugas sulit memantau aktivitas para pengunjung yang kerap berpotensi memicu karhutla. (Slv)