
Jakarta, investigasi.today – Beberapa kasus mandek di KPK, salah satunya kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II Tbk yang menjerat mantan Direktur Utama PT Pelindo II Tbk, Richard Joost (RJ) Lino. Hal tersebut ditanyakan Anggota Komisi III DPR, Benny K Harman saat RDP bersama KPK, Rabu (27/11).
Benny meminta agar KPK jangan sekali-kali menetapkan seseorang menjadi tersangka apabila buktinya belum lengkap. “Persoalannya bukan tentang RJ Lino atau siapa, tapi soal pokok kita yang dari dulu kita permasalahkan soal SP3. Sejak KPK generasi pertama, jangan sekali-kali KPK menetapkan seorang tersangka apabila buktinya belum lengkap,” tegas Karman.
Karman menambahkan maksud kenapa KPK tidak boleh menerbitkan SP3, agar institusi tersebut tidak main-main menetapkan seorang menjadi tersangka. Ketika seorang menjadi tersangka, tidak boleh lebih dari setahun, kasusnya harus dibawa ke pengadilan.
“Ini dulu debat kami, saat itu Taufiqurahman Ruki (Plt KPK) mengatakan bahwa tidak akan menetapkan tersangka apabila alat bukti belum lengkap,” ungkapnya.
Terkait RJ Lino, kalau alat buktinya saat itu belum lengkap, kenapa yang bersangkutan ditetapkan menjadi tersangka. Karman meminta KPK untuk menjelaskan alasan kasus RJ Lino belum diproses hingga saat ini, padahal sudah lima tahun berjalan.
Menanggapi pertanyaan tersebut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan penyebab lambannya kasus RJ Lino adalah karena Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga saat ini belum selesai menghitung kerugian negara kasus tersebut.
“Kemarin kami menanyakan kira-kira kapan hasil audit kerugian negara itu selesai dan BPK menjanjikan selesai pada pertengahan tahun selesai. Itu yang jadi kendala, kalau itu sudah selesai, kita bisa limpahkan,” jelas Alexander.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif juga menambahkan sebenarnya KPK sudah menemukan dua alat bukti, tapi jaksa juga perlu menghitung kerugian negara terlebih dahulu sebelum melimpahkan kasus tersebut ke pengadilan.
“Kenyataannya hampir dua tahun BPKP tidak mau hitung. Saya kurang tahu apa yang terjadi, lalu kita putuskan untuk pindahkan ke BPK. Tapi setelah bertahun-tahun di sana juga belum selesai menghitung,” ungkapnya.
Laode menuturkan Mutual Legal Assistance (MLA) yang diajukan KPK tiga tahun lalu tidak juga direspons otoritas Cina, karena MLA dengan otoritas Cina ini diperlukan KPK untuk menghitung kerugian keuangan negara akibat korupsi yang diduga dilakukan RJ Lino.
Akhirnya KPK meminta ahli menghitung komponen satu dua tiga empat per komponen, setelah itu dibandingkan dengan harga di pasar dunia itu berapa. “Jadi jangan anggap KPK itu tidak melakukan upaya maksimum, bahkan ada satu tim forensik kami pergi, pretelin itu semuanya ke tempat lain, akhirnya kami mendapat ahli,” tandasnya. (Ink)


