
Jakarta, Investigasi.today – KSAD Jenderal Andika Perkasa didampingi Wakapolri Irjen Gatot Eddy hari ini, Rabu (19/8) menyerahkan hasil uji klinis 3 obat corona yang diteliti Universitas Airlangga (Unair) ke BPOM.
Dalam konferensi pers secara virtual, Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan bahwa pendampingan terkait penelitian obat Unair ini sudah dilakukan sejak sebelum uji klinis.
“Dikaitkan uji klinik obat kombinasi yang dilakukan tim Unair dalam inspeksi yang kami lakukan per 28 Juli 2020 kami temukan beberapa gap. Temuan yang sifatnya critical, major, dan minor,” ungkapnya, Rabu (19/8).
“Temuan criticial berarti dampak validitas dari uji klinis tersebut dan juga validitas dari hasil yang kami dapatkan,” lanjut Penny.
Inspeksi tersebut merupakan yang pertama. Sebab, uji klinik obat corona kombinasi Unair baru dimulai pada tanggal 3 Juli. Obat baru Unair ini merupakan hasil kombinasi dari tiga jenis obat. Pertama, Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromyci.
Dalam kesempatan ini, Penny juga membeberkan beberapa koreksi terkait inspeksi tersebut. Yakni: pertama adalah soal kriteria sampling pasien yang diberikan obat.
“Ditemukan temuan kritis yang ada beberapa yang kaitannya dengan randomization atau (sampling) acak. Suatu research harus melakukan sistem acak sehingga merepresentasikan populasi obat itu diberikan, yakni masyarakat Indonesia,” terangnya.
Penny menyebut pasien yang dijadikan subjek penelitian Unair belum merepresentasikan randomization sesuai protokol dan sistem internasional. Padahal hal ini penting untuk menunjukkan validitas research.
“Kemudian ada OTG (orang tanpa gejala) yang diberikan obat, padahal menurut protokolnya tidak perlu diberikan obat. Kita harus mengarah ke pasien penyakit ringan, sedang, dan berat. Tentu dengan keterpilihan masing-masing,” jelas Penny.
Penny juga menyampaikan Koreksi lainnya, bahwa obat kombinasi Unair ini belum menunjukkan perbedaan yang signifikan. Menurutnya, research harus menunjukkan kemajuan pasien yang diberikan obat itu harus cukup signifikan berbeda dari terapi standar.
“Hql ini perlu kita tindaklanjuti lebih jauh lagi,” tandasnya.
Namun Penny tidak menyampaikan koreksi tentang efek samping obat, karena hal tersebut termasuk faktor jangka panjang. “Kita harus melihat dosis, impact, resistensi, efek. Jadi perlu ketelitian terhadap aspek validitas nantinya,” terangnya.
Menunut Penny, beberapa koreksi yang disampaikan terkait obat kombinasi Unair ini merupakan hal lumrah dalam sebuah penelitian. Karena suatu obat harus aman, bermanfaat, dan teruji.
“Itu menjadi perhatian BPOM seperti uji klinik yang dilakukan sebelumnya. Sebenarnya biasa dalam penelitian, ada hal yang harus dilaporkan, dikoreksi dan disampaikan oleh yang memberikan izin (BPOM). Dan yang memberikan izin ikut memonitor, menginspeksi, mengkoreksi. Dan nantinya akan ada perbaikan yang harus dilakukan,” tuturnya.
“Proses itu seharusnya dilakukan dan kami belum mendapatkan hal itu sampai hari ini. Dan kami belum tahu isinya apa yang disampaikan tadi. Nanti juga akan menjadi pembahasan lebih lanjut,” ungkapnya.
Terkait koreksi BPOM tersebut, menurut Penny KSAD juga memahami bahwa semua berupaya mencari produk obat corona terbaik dan mendukung adanya sejumlah perbaikan.
“Bukan hanya tadi, semalam kami sudah laporkan ke Pak KSAD. Kami berbicara dan beliau sangat mendukung untuk memperbaiki berbagai koreksi critical yang disampaikan dan juga beberapa temuan lainnya. Sehingga uji klinis bisa dilanjutkan dan uji klinis bisa menghasilkan hasil yang valid untuk dilaporkan ke semua pihak,” pungkas Penny. (Ink)