diterapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam beberapa tahun terakhir.
Utamanya pelayanan terkait perizinan. Pelayanan online ini tidak hanya
memudahkan pemohon, tetapi membuat alur perizinan jadi lebih transparan. Serta,
menutup celah terjadinya pungutan liar.
Kepala Dinas
Komunikasi dan Informatika Kota Surabaya, Antiek Sugiharti menjelaskan, terkait
proses perizinan, masyarakat bisa mengakses langsung melalui Surabaya Single
Window di ssw.surabaya.go.id. Masyarakat juga bisa memonitor sendiri sampai di mana progres
perizinan nya. Dicontohkan Antiek, transparansi dalam pelayanan perizinan itu
seperti pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) ataupun Tanda Daftar
Perusahaan (TDP).
“Kami sediakan keamanan dengan pakta integritas. Kami bangun jaringan. Ini demi
memberikan pelayanan yang transparan kepada masyarakat dan juga menghindari
fitnah,” tegas Antiek kepada wartawan, Jumat (28/4).
Karenanya, Antiek heran bila ada pihak yang menyebut pelayanan perizinan di
Surabaya masih harus mengeluarkan biaya. Bahkan, untuk TDP, cetaknya sudah bisa
di kecamatan. Artinya, pemohon tidak perlu mengambil nya di dinas. “Kalau ada
yang bilang bayar, di mana bayarnya. Bahkan, kalau semisal masyarakat kurang
puas, masyarakat bisa melapor ke Media Center kami,” sambung Antiek.
Senada dengan Antiek, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu, Eko Agus Supiadi menjelaskan, Pemkot Surabaya sudah punya mal perizinan
di gedung Siola. Menurutnya, ada 152 jenis perizinan yang bisa diurus. Dan itu
sudah berbasis online dengan mobile aplikasi.
Dengan memakai mobile aplikasi tersebut, antara pemohon dan petugas bertemunya
dengan sistem alias tidak bertatap langsung sehingga menutup celah adanya
pungutan. Karenanya, Eko mengaku tidak habis pikir bila ada pihak yang menyebut
ada pungutan dalam proses pengurusan perizinan seperti TDP. Apalagi disebut
jumlahnya mencapai jutaan. “Kalau dibilang ada pungutan, itu nggak benar.
Seakan-akan uang itu masuk ke Pemkot lha wong kita ketemu pakai sistem. Itu
uangnya ke siapa. Karenanya, saya akan terus melakukan klarifikasi masalah
ini,” tegas Agus.
Kepala Bagian Pemerintahan Kota Surabaya, Eddy Chrisjanto menambahkan, untuk
pengurusan SIUP dan TDP, pemohon sebenarnya bisa mencetaknya sendiri. Namun,
banyak yang mencetaknya di kecamatan. Nah, terhitung selama periode
Januari-April 2017, Eddy menyebut ada 1268 SIUP dan 955 TDp yang tercetak di 15
kecamatan. “Sudah diberikan ke pemohon, tidak ada pungutan sepeserpun. Intinya,
ketika sistem nya sudah online, kalau ada pernyataan ada pungutan, itu sangat
mustahil,” jelas Eddy.
Namun, Eddy menegaskan bahwa selama ini, sedikit sekali pemohon yang mengambil
sendiri SIUP dan TDP yang telah dicetak di kecamatan tersebut. Dia menyebut
lebih banyak yang dikuasakan ke orang lain untuk pemgambilan. “Ada 70 persen
yang dikuasakan. Nah, kalau ada uang untuk yang dikuasakan tersebut, saya
kurang tahu,” sambung Eddy.
Karenanya, Pemkot Surabaya berencana merevisi aturan terkait hal ini. Ke depan,
pemohon harus mengambil sendiri, tidak boleh dikuasakan. Termasuk juga
pengaturan soal calo. Rencana itu disampaikan Kepala Inspektorat Kota Surabaya,
Sigit Sugiharso. “Ke depan, peluang ke sana tidak ada lagi,” ujar Sigit.
Sigit menambahkan, selama ini, ada beberapa survei yang menyoroti pelayanan
publik di Kota Surabaya. Hasilnya, banyak pihak memberikan apresiasi positif
terhadap upaya inovasi pelayanan yang dilakukan Pemkot. Diantaranya dari Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Termasuk dari Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) yang turun ke lapangan dalam 12 bulan terakhir.(bud)