
Bali, Investigasi.today – Sinergi pemberian layanan bantuan hukum bagi orang miskin akhirnya terwujud. Sejumlah Kementerian/Lembaga (K/L) yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang bantuan hukum baik secara langsung maupun tidak langsung telah menyatakan komitmen dengan menandatangani “Deklarasi Bantuan Hukum” untuk perluasan akses dan peningkatan kualitas layanan bantuan hukum, Rabu (11/9) di Bali.
Deklarasi Bantuan Hukum yang diinisiasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI melalui Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dengan menggandeng tujuh K/L lain, yakni Mahkamah Agung RI, Kejaksaan Agung RI, Polri, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan Kementerian Dalam Negeri, diharapkan dapat mengatasi tantangan dalam pemberian layanan bantuan hukum.
Konferensi Nasional Bantuan Hukum ini menghadirkan 250 peserta yang menjadi pemangku kepentingan yang terkait dengan program bantuan hukum, dengan pembicara kunci seperti Kepala BPHN Kementerian Hukum dan HAM RI, Prof. Dr. H.R. Benny Riyanto, S.H.,M.Hum.,CN; Sekretaris Mahkamah Agung RI Achmad Setyo Pudjoharsoyo, SH.,M.Hum.; Kepala BareskrimKepolisian RI, Komisaris Jenderal Polisi Drs. Idham Azis, M.Si.; Sekretaris Jampidum / Plt. Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung, Ali Mukartono, S.H. M.M.; Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Dr. Sri Puguh Budi Utami, BCIP., M.Si; Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Taufik Madjid, S.Sos., M.Si.; Direktur Hukum dan Regulasi Badan Perencanaan Bappenas, Prahesti Pandanwangi, SH, Sp.N, LL.M.; Direktur Perencanaan Anggaran Daerah Kementerian Dalam Negeri, Drs. Arsan Latif, M.Si.; Staf Ahli Menteri PPN Bidang Hubungan Kelembagaan Bappenas, Dr. Diani Sadia Wati, SH, LLM.; Bupati Sinjai, Andi Seto Asapa; Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana, Dr. Gde Made Swardhana, S.H., M.H.; Kepala Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum, Mohamad Yunus Affan, S.H., M.H.; Perwakilan Masyarakat Sipil dari Yayasan TIFA, Nuke Tri Pujiastuti; U.S. Consul General Surabaya, Mark McGovern; serta Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Bali, Sutrisno, S.H., M.H.
Pada dasarnya, Negara bertanggung jawab untuk memberikan bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan bagi masyarakat. Salah satu langkah konkret, pemerintah bersama DPR RI kemudian mengeluarkan UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dengan harapan pelaksanaan pemberian layanan bantuan hukum menjadi jelas aturan mainnya, seperti siapa yang berhak menerima layanan bantuan hukum gratis, lembaga mana yang berwenang mendampingi atau memberikan layanan kepada orang miskin, hingga terkait pengawasan pihak-pihak yang terkait dalam layanan bantuan hukum.
Sewindu pelaksanaan pemberian layanan bantuan hukum tentu mengisahkan sejumlah catatan yang perlu diperbaiki. Momentum Deklarasi Bantuan Hukum, Rabu (11/9) hari ini, diharapkan menjadi langkah strategis dalam mengoptimalkan pemberian layanan bantuan hukum oleh setiap pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung. Butir-butir Deklarasi Bantuan Hukum yang dipedomani oleh delapan K/L juga diarahkan pada upaya membangun kesepahaman kebijakan, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, sinergitas, dan pengawasan program bantuan hukum.
Selain itu, butir-butir Deklarasi Bantuan Hukum juga terkait integrasi, konsolidasi dan sinergi kebijakan dan program bantuan hukum antar penyelenggara bantuan hukum, pemberi bantuan hukum, lembaga penegak hukum, serta pemangku kepentingan program bantuan hukum; menyelenggarakan dan melaksanakan bantuan hukum yang berkualitas sesuai dengan standar layanan bantuan hukum; membangun sistem aplikasi bantuan hukum yang teringrasi, sederhana dan mudah diakses; melaksanakan pengawasan dan evaluasi layanan bantuan hukum secara berkesinambungan; mengembangkan dan memperkuat kapasitas kelembagaan dari pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan bantuan hukum, termasuk pengembangan kapasitas sumber daya manusia; dan menindaklanjuti rekomendasi yang dihasilkan Konferensi Nasional Bantuan Hukum ini secara terpadu.
Upaya memperluas akses keadilan untuk masyarakat melalui pemberian layanan bantuan hukum tidak lagi menjadi tugas satu K/L atau instansi tertentu. Langkah nyata Negara melalui pemerintah dalam menjamin hak konstitusional masyarakat ini menjadi tanggung jawab bersama, tidak terbatas pemerintah melainkan kalangan praktisi hukum khususnya advokat.
Pihak yang berperan untuk mewujudkan optimalisasi layanan bantuan hukum bukan hanya terbatas pada Organisasi Bantuan Hukum (OBH atau dikenal dengan Lembaga Bantuan Hukum/LBH) sebagai Pemberi Bantuan Hukum dan Kementerian Hukum dan HAM RI sebagai penyelenggara bantuan hukum. Namun, juga terdapat peran berbagai institusi, lembaga negara dan kementerian yang juga memiliki peran penting untuk mewujudkan optimalisasi layanan bantuan hukum.
Sinergi delapan K/L dalam Deklarasi Bantuan Hukum diharapkan dapat menguatkan komitmen penyelenggaraan pelayanan bantuan hukum sesuai tugas dan fungsi masing-masing. Sebelumnya, dalam Konferensi Nasional Bantuan Hukum I yang digelar di Cibubur, Jakarta tanggal 20 Agustus 2019 lalu telah mengerucut pada upaya perluasan peran masing-masing K/L, antara lain pembuatan perencanaan program nasional bantuan hukum yang merupakan kewenangan Bappenas, peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Pemberi bantuan hukum khususnya bagi calon sarjana hukum yang menjadi kewenangan Kemenristekdikti, kewenangan mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) dari Kemendagri, untuk membuat dan menganggarkan progam bantuan hukum pada tingkat daerah. Selain itu, peran Kemendesa PDTT dalam rangka mengakselerasi Paralegal di setiap pedesaan.
Di samping itu, pengadilan punya peran penting dalam memudahkan layanan bantuan hukum melalui Pos Layanan Bantuan Hukum (Posbakum) di pengadilan dan layanan pembebasan biaya perkara sebagaimana tertuang dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan. Bedanya dengan program bantuan hukum di BPHN, BPHN membiayai jasa hukum ke LBH atau OBH yang mendampingi orang atau kelompok miskin, sedangkan MA membebaskan biaya perkaranya. (Iskandar)