
Surabaya, Investigasi.today – Jumlah penduduk miskin di Surabaya berangsur-angsur menurun. Hal itu tentu tidak lepas dari peran program kebijakan Pemkot setempat dalam mengurangi kemiskinan.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surabaya mencatat, profil kemiskinan di wilayah setempat pada 2023 mengalami penurunan sebesar 0,07 persen.
Dengan prosentase penurunan sebesar itu, maka penduduk miskin di Surabaya berubah dari angka 4,72 persen menjadi 4,65 persen. Jika ditotal, masih ada lebih dari 136 ribu jiwa dari sebelumnya sekitar 138 ribu jiwa atau berkurang sekitar 1.800 jiwa.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi menegaskan pihaknya tidak akan berhenti dalam memberantas kemiskinan di wilayah setempat.
“Kita menargetkan tahun depan bisa lebih banyak warga yang keluar dari garis kemiskinan karena dampak program padat karya,” ujar Eri Cahyadi, Senin (6/11).
Walikota yang akrab disapa Cak Eri tersebut mengatakan, profil kemiskinan yang dirilis BPS Surabaya itu adalah periode Maret 2022 hingga Maret 2023.
Ia optimis angka kemiskinan di Surabaya akan semakin berkurang. Sebab, kebijakan pemkot melalui program intervensi dalam menekan kemiskinan cukup serius.
”Insyaallah, 2024 itu turunnya akan drastis. Saya berharap 2024 apa yang dilakukan lewat padat karya bisa mengurangi,” ucapnya.
Eri sudah memasang target minimal untuk kemiskinan pada tahun depan akan berkurang 2 persen, bahkan di bawah itu. Sebab, banyak warga yang terserap di program padat karya.
“Pemkot terus membuka padat karya baru untuk memberdayakan warga,” tegas Cak Eri.
Selain itu, ia menyebutkan, garis kemiskinan (GK) Surabaya juga naik. Sekarang, GK Surabaya sebesar Rp 718.370 per kapita per bulan.
Artinya, pengeluaran seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya selama sebulan akan masuk kategori miskin jika kurang dari angka tersebut.
“Selain itu, pemkot tengah berkoordinasi terkait data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) 2023,” imbuhnya.
Menurut Cak Eri, salah satu masalah dari regsosek itu adalah dalam hal ketepatan data itu. Karena data tersebut masih memuat data domisili yang bukan Surabaya.
“Saya berharap adanya keterbukaan data. Agar intervensi warga miskin tepat sasaran,” terang Cak Eri.
Intervensi untuk warga miskin di Surabaya memang bergantung pada data. Jika data belum bisa dipilah, ia yakin masalah kemiskinan di Surabaya belum bisa tuntas. Bahkan cenderung bertambah.
“Sehingga bisa disampaikan yang orang Surabaya berapa dan luar Surabaya berapa. Tapi, BPS tidak bisa menyampaikan itu. Semoga tahun depan tidak rahasia lagi sehingga kepala daerah bisa menyelesaikannya masing-masing,” pungkas Eri. (Laga)