Jakarta, Investigasi.today – Mantan Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Anang Achmad Latif mempertanyakan sikap jaksa penuntut umum (JPU) yang mengabulkan justice collaboratore (JC) terhadap Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan dalam kasus dugaan korupsi penyediaan BTS 4G. Anang menyebut, status JC itu hanyalah sebuah tindakan untuk menyelamatkan diri semata, tidak berbasis kebenaran seluruhnya.
“JC adalah hak dari setiap terdakwa. Namun untuk kasus ini, JC yang dilakukan terdakwa Irwan Hermawan hanyalah sebuah tindakan untuk menyelamatkan diri semata, tidaklah berbasis kebenaran seluruhnya,” kata Anang Achmad Latif membacakan nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (1/11).
Anang mengutarakan, terdakwa Irwan Hermawan telah membuat skenario seolah-olah dirinya hanya seorang pengepul dan penyalur semata, atas perintah seseorang. Bahkan, sama sekali tidak mengambil keuntungan sedikitpun padahal jumlah uang yang diterima mencapai Rp 243 miliar.
“Cerita ini terasa manis sekali diikuti. Terdakwa Irwan Hermawan sangat pintar menyusun skenario hingga publik menikmati ceritanya. Tapi sayangnya cerita ini tidaklah berbasis kebenaran seluruhnya,” cetus Anang.
Ia justru mempertanyakan Irwan Hermawan mengelola Rp 243 miliar tetapi tidak ambil keuntungan sepeser pun. Bahkan tersangka Windi Purnama yang merupakan kurirnya Irwan Hermawan justru mendapatkan fee Rp 750 juta.
Karena itu, Anang bersama terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak mengklaim tidak pernah tahu soal filing cabinet, tempat Irwan Hermawan dan Windi Purnama menyimpan uang.
“Tidak ada satupun dalam fakta persidangan bahwa seluruh kontributor yakni Sdr Jemy Sutjiawan, Muhammad Yusrizki, Alfi Asman, Steven Sutrisna memberikan kontribusi atas perintah saya kepada terdakwa Irwan Hermawan, namun terdakwa Irwan Hermawan mengakui atas perintah saya. Sampai dengan persidangan, saya tidak pernah menyadari bahwa kontribusi begitu besar sudah dikelola langsung oleh terdakwa Irwan Hermawan,” cetus Anang.
Dalam kasusnya, Mantan Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif dituntut 18 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 12 bulan kurungan oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung. Jaksa juga memberikan hukuman tambahan berupa uang pengganti terhadap Anang Achmad Latif sebesar Rp 5 miliar subsider sembilan tahun.
Jaksa meyakini, Anang memperkaya diri sendiri sebesar Rp 5 miliar dari proyek yang merugikan negara hingga Rp 8 triliun tersebut. Selain itu, Anang juga disebut melakukan pencucian uang dari hasil korupsi itu.
Anang melakukan pencucian uang dengan membeli sejumlah properti hingga kendaraan. Selain rumah di Lebak Bulus, Anang juga disebut membeli rumah di Tatar Spatirasmi-Kota Baru Parahyangan, Bandung senilai Rp 6,7 miliar.
Anang Achmad Latif juga melakukan pencucian uang dengan membeli sebuah motor BMW R1250 GS Adv senilai Rp 950. Selain itu, dia juga membeli sebuah mobil BMW X5 dengan nilai sekitar Rp 1,8 miliar.
Perbuatan korupsi ini dilakukan Anang bersama-sama dengan mantan Menkominfo Johnny G Plate; Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI) Yohan Suryanto; Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan.
Kemudian Galumbang Menak Simanjuntak, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia; Mukti Ali, Account Director PT Huawei Tech Investment; Windi Purnama, Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera; dan Muhammad Yusrizki Muliawan, Direktur PT Basis Utama Prima. Mereka didakwa merugikan keuangan negara lebih dari Rp 8 triliun.
Anang Achmad Latif terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana dakwaan kesatu primer Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan dakwaan kedua primer Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). (Slv)