SIDOARJO, Investigasi.today – Sebanyak 25 pengurus Forum Komunikasi Kepala Desa (FKKD) Kabupaten Sidoarjo mendatangi kantor Kejaksaan Negeri Sidoarjo, Selasa (19/09). Tidak hanya para Kades, kedatangan FKKD tersebut juga didampingi sejumlah Camat dan Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPKB).
Mereka bermaksud meminta pendampingan hukum terkait rencana realisasi pengadaan mobil operasional, yang bakal direalisasikan pada akhir tahun 2017 mendatang.
Pendampingan hukum itu, selain berupa pengawalan dan pengamanan dalam teknis realisasi pengadaan mobil operasional desa, juga dilakukan agar para Kades tidak terjerat kasus hukum. Apalagi, selama ini belum ada payung hukum yang jelas dalam realisasi mobil operasional desa itu selain petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang baru diterbitkan Pemkab Sidoarjo pekan lalu.
Para pejabat setingkat desa hingga Pemkab Sidoarjo itu, diterima Kepala Kejari Sidoarjo, M Sunarto beserta para Kasi dan para jaksa di ruang kerjanya. Dalam acara itu, pengurus FKKD dipimpin Ketua FKKD Sidoarjo, M Heru Sulthon.
Dalam pertemuan itu selain membahas teknis realisasi pengadaan mobil operasional desa, juga disertakan Legal Opinion (LO) antara Kejari Sidoarjo dan masing-masing desa. Kesepakatan itu dijadikan dasar realisasi pengadaan mobil operasional desa dari dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Pemkab Sidoarjo itu. “Kami minta pembelanjaan dan pengadaan mobil operasional desa itu sesuai aturan. Hanya itu catatan kami. Ini agar Kades tidak terjerat masalah hukum,” terang Kepala Kejari Sidoarjo, M Sunarto.
Mantan Kajari Jombang ini juga mengaku siap mengawal dan mengamankan proses realisasi pengadaan mobil operasional desa tersebut. Menurutnya, ada beberapa yang harus disepakati, diantaranya BKK yang harus ditransfer ke rekening desa agar masuk APBDes. Dan selanjutnya Kades membentuk Tim Pengelola Kegiatan (TPK) untuk realisasi pengadaan mobil operasional desa.
Menurutnya TPK bisa terdiri dari 5 orang yakni 2 orang dari unsur warga, 2 orang dari unsur pemerintah desa (perangkat) dan seorang Kades. “Jadi pengadaan mobil operasional desa itu, sepenuhnya tanggung jawab kelima orang TPK itu,” tegasnya.
Sementara itu, lanjut Kajari, jika dari anggaran Rp 202 juta itu sudah ditentukan pembelian jenis mobil operasional desa, maka sisa anggarannya juga harus dikembalikan ke APBDes dalam bentuk Selisih Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa). “Untuk merek dan jenis mobilnya bergantung kesepakatan 5 orang TPK itu. Karena merekalah yang tahu kebutuhan dan jenis mobil untuk operasional bantuan di desanya masing-masing,” ujarnya.
Sementara itu Ketua FKKD, Heru Sulthon ketika dikonfirmasi melalui ponselnya mengaku untuk jenis mobil pihaknya berpatokan dari juklak dan juknis dari Pemkab Sidoarjo. “Memang ada beberapa Kades yang memilih jenis mobilnya, tapi kalau saya patokannya ya dari juklak dan juknis itu,” katanya.(mj/yud)