Klungkung, investigasi.today – SMKN 1 Klungkung, Bali, menahan sebanyak 293 ijazah siswa lulusan tahun 2020-2022 karena belum melunasi uang komite. Hal ini terungkap saat Kejari Klungkung menggeledah sekolah terkait dugaan penyimpangan pengelolaan dana komite pada tahun tersebut.
“Penggeledahan ini dilaksanakan untuk kepentingan penyidikan memastikan terdapat dokumen-dokumen yang berkaitan dengan dana komite tahun 2020 sampai dengan 2022,” kata Kejari Klungkung Lapatawe B. Hamka, Jumat (11/10).
Kejari juga menyita sebanyak 31 dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan dana komite dan uang tunai dari Kepala Sekolah SMKN 1 Klungkung I Wayan Siarsana senilai Rp.182.558.145.
“Uang diduga bersumber dari dana komite tahun 2020 sampai dengan 2022 yang dikuasai secara tunai oleh oknum kepala sekolah dan tidak dapat dipertanggungjawabkan,” katanya.
Dalam penggeledahan tersebut, Kejari tidak menahan ijazah siswa tersebut tapi dicatat, uang tunai dititipkan ke rekening pemerintah lainnya (RPL) Kejari Klungkung memastikan keamanan terhadap uang serta dokumen dibawa ke Kejari Klungkung.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Klungkung Ngurah Gede Bagus Jatikusuma mengatakan, sekolah memang bisa memungut uang komite. Hal ini sesuai Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
Kejari Klungkung lalu menerima laporan masyarakat yang curiga adanya penyimpangan pengelolaan dana komite.
Dalam kasus ini, Kejari Klungkung menemukan ada indikasi penganggaran ganda pada kegiatan sekolah, yakni kegiatan dianggarkan melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan dana komite.
Kejari Klungkung memperkirakan negara mengalami kerugian Rp 700 juta. Kejari masih menunggu perhitungan resmi dari Badan Pengawasan Keuangan dan pembangunan (BPKP).
“Nilai uang komite (yang belum dibayar berjumlah) variasi dari masing-masing siswa. Saat ini masih proses penyelidikan,” katanya.
Kepala SMKN 1 Klungkung, I Wayan Siarsana, menjelaskan soal kasus ditahannya 293 ijazah siswa.
“Penggeledahan oleh Kejari Klungkung berkaitan dengan laporan dari masyarakat tentang dugaan penyalahgunaan dana komite yang tidak sesuai antara perencanaan dan realisasi di saat pandemi COVID-19 tahun 2020,” ujar Siarsana mengawali penjelasan, Jumat (11/10).
Menurut Siarsana, terdapat data tunggakan dan penangguhan pembayaran dana komite mencapai Rp 320 juta.
Nah, dana tersebut digunakan untuk pembayaran gaji dan pembuatan tempat parkir. “Karena lahan parkir masih sewa, kegiatan banyak yang tidak bisa jalan. Dikoordinasikan dengan ketua komite dibuatkan tempat parkir dengan membeton got sekeliling sekolah dan di penghujung dibuatkan pos satpam,” ujarnya.
“Itu kemudian dianggap tidak berpihak pada kebutuhan siswa,” ujarnya.
“(Anggaran) COVID-19 membayar komite karena keperluan gaji 27 guru dibiayai dari dana komite,” katanya.
Menurut Siarsana, ada juga persoalan rekening. “Ada kebijakan bahwa rekening sekolah hanya ada satu, untuk rekening komite yang berbentuk tabungan ditutup untuk dijadikan giro. Saldo penutupan tidak dimasukkan ke giro karena ada saldo lama Rp 130 juta.”
“Saat penutupan, ditarik dengan bahasa ‘untuk gaji’, karena ada kebijakan bahwa gaji boleh dari dana BOS. Penutupan inilah yang menjadi polemik: Digunakan menanggulangi kegiatan atau membuat sarana yang diperlukan sekolah,” kata Siarsana.
“Ada juga buku donatur bagi siswa. Dana yang disita ada di rekening sekolah sebagai penanggulangan gaji. Karena permintaan kejaksaan dana itu dikembalikan ke bendaraha komite lama dan ditarik tunai senilai Rp 182 juta lebih untuk diserahkan ke kejaksaan,” ujar Siarsana. (Iskandar)