Jakarta, Investigasi.today – Hipertensi atau tekanan darah tinggi dianggap sebagai silent killer atau penyakit yang tidak menunjukkan gejala.
Lantaran, pada penderita hipertensi, gejala akan muncul ketika sudah ada masalah serius pada organ tubuh.
Hal tersebut seperti disampaikan spesialis jantung dan pembuluh darah dr Badai Bhatara Tiksnadi, MM, SpJP(K) dalam webinar “Menuju Zero Cardiovascular Event” yang diadakan pada Jumat (20/5) kemarin.
“Seseorang dengan tekanan darah tinggi biasanya tidak punya keluhan,” ungkap Badai.
“Sangat mungkin seseorang tidak mengetahui jika dia memiliki tekanan darah tinggi,” lanjutnya.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) periode 2013-2018, prevalensi hipertensi di Indonesia meningkat dibandingkan periode sebelumnya, dari 25,8 persen menjadi 34,11 persen.
Ironisnya, peningkatan prevalensi hipertensi terlihat pada individu di rentang usia di bawah 45 tahun.
“Dilihat dari data Riskesdas periode 2013-2018, peningkatan prevalensi hipertensi di rentang usia ini jauh lebih tinggi dibandingkan rentang usia di atas 45 tahun,” tutur Badai.
Menurut Badai, saat ini banyak remaja dan dewasa muda sudah memiliki masalah tekanan darah tinggi.
Komplikasi akibat hipertensi
Badai menuturkan, sebagian pasien hipertensi akan menunjukkan gejala jika organ tubuh mereka telah terganggu.
Kondisi yang sering dikeluhkan penderita hipertensi meliputi:
- Sakit kepala
- Penglihatan kabur
- Gelisah
- Jantung berdebar-debar
- Rasa sakit di bagian dada
- Pusing
- Mudah lelah
Jika individu sudah mengalami hipertensi, risiko berbagai penyakit akan meningkat.
“Pada penderita hipertensi, kemungkinan terkena stroke menjadi 2,6 kali lipat lebih tinggi, dan penyakit jantung 1,3-2 kali lipat lebih tinggi,” terangnya.
Faktor risiko hipertensi
Badai menjelaskan, faktor risiko hipertensi dibagi menjadi dua, yakni:
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
Usia yang semakin menua, jenis kelamin tertentu, dan riwayat keluarga adalah faktor hipertensi yang tidak dapat diubah.
“Pria memiliki risiko 2,3 kali lipat lebih besar untuk terkena hipertensi dibandingkan wanita,” jelas Badai.
Faktor yang dapat dimodifikasi
Faktor gaya hidup yang bisa dimodifikasi untuk terhindar dari hipertensi adalah:
- Obesitas
- Merokok
- Jarang melakukan aktivitas fisik
- Diet tinggi lemak
- Konsumsi garam berlebih
- Konsumsi alkohol
- Dislipidemia (kelainan kadar lemak dalam darah)
- Psikososial dan stres
Lebih lanjut, Badai mengingatkan perlunya untuk mengecek tekanan darah secara rutin.
Dengan pengecekan teratur, kita dapat mengetahui kapan tekanan darah kita dalam kondisi tinggi dan mengendalikan tekanan darah tersebut.
Sayangnya, hanya setengah dari penderita tekanan darah tinggi (47 persen) yang rajin mengecek tekanan darah mereka, catat spesialis jantung dan pembuluh darah itu.
“Jika kita mengontrol tekanan darah, dan mengurangi tekanan darah sistolik sebesar 12-13 mmHg, hal itu dapat menurunkan risiko berbagai penyakit,” terang Badai.
“Risiko stroke berkurang 37 persen, jantung koroner 21 persen, dan penyakit jantung 25 persen,” tandasnya.
Penanganan pasien hipertensi
Menurut Badai, ketika seseorang sudah terdiagnosis dengan hipertensi, perlu dilihat lebih dulu tekanan darahnya.
“Apabila masih derajat satu atau tekanan darah 140-150/90-99 mmHg, pasien masih bisa melakukan perubahan gaya hidup,” terangnya.
“Namun, jika sudah derajat dua, tekanan darah di atas 160/100 mmHg, harus dilakukan pengobatan.”
Cegah sejak dini
“Untuk mencegah hipertensi, terapkan perilaku CERDIK sesuai anjuran Kemenkes,” kata Badai.
Perilaku CERDIK mencakup:
Cek kesehatan rutin
Dijelaskan Badai, melakukan pengukuran tekanan darah di rumah adalah cara efektif untuk mengetahui tekanan darah dan mengevaluasi pengobatan.
Saat menggunakan alat pengukur tekanan darah di rumah, perhatikan angkanya. “Jika tekanan darah sistolik sudah di atas 135 mmHg, maka itu dianggap tekanan darah tinggi,” lanjut dia.
Enyahkan asap rokok
“Asap rokok tidak baik untuk kesehatan, karena itu enyahkan asap rokok dan kebiasaan merokok,” tutur Badai.
Rajin aktivitas fisik
Lakukan latihan aerobik setidaknya 30 menit selama tiga hingga lima kali dalam seminggu.
“Latihan anaerobik belakangan ini juga mengemuka, seperti push up, plank, dan lain-lain,” kata Badai.
Diet seimbang
Untuk mencegah hipertensi, Badai menekankan perlunya mengonsumsi sayuran dan buah-buahan segar antara 4-5 porsi per hari.
“Buah dan sayuran mengandung kalium, yang dapat membantu menurunkan tekanan darah,” ujar dia.
Makanan lain yang direkomendasikan yaitu kacang-kacangan, susu rendah lemak, ikan, dan asam lemak tak jenuh.
“Batasi asupan daging merah, asam lemak jenuh, dan makanan olahan. Konsumsi garam dibatasi maksimum lima gram per hari.”
Istirahat cukup
Istirahat juga menjadi bagian penting dalam mencegah peningkatan tekanan darah.
Kelola stres
“Stres ada bukan untuk dihindari, tetapi dikelola dengan baik,” pungkas Badai. (Ink)