Jogja, Investigasi.today – Bayi Gal dan Bayi El mengundang perhatian Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia (ADHKI). Mereka menyoroti kasus itu dari sisi hukum pidana, perdata, dan administrasi negara.
Ahli hukum pidana M. Arif Setiawan mengatakan bahwa dalam laporan yang diajukan ke Polda Jabar, pihak rumah sakit disangkakan Pasal 277 KUHP. Namun, ancaman enam tahun dalam pasal pidana itu mensyaratkan unsur kesengajaan.
“Nah, apakah dalam kasus itu memang ada kehendak untuk menukar? Ini yang harus dibuktikan,” ungkap dosen Universitas Islam Indonesia (UII) Jogja itu dalam diskusi ADHKI pada Rabu (13/9) lalu.
Selain pelaporan dengan sangkaan Pasal 277 KUHP, laporan lainnya berkaitan dengan perlindungan konsumen. Tepatnya, Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999. Namun, sama seperti dugaan pidana berdasar sangkaan sebelumnya, laporan yang mengacu pada pasal perlindungan konsumen itu pun perlu dibuktikan unsur kesengajaannya.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal ADHKI Endang Wahyati Yustina mengatakan bahwa kasus serupa pernah terjadi pada 1987. Kasus yang mengilhami film berjudul Dewi dan Cipluk Semua Sayang Kamu itu terbukti sebagai pelanggaran pidana. “Dalam kasus tersebut, bayinya memang sengaja ditukar karena pihak yang tidak menghendaki,” terangnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa rumah sakit adalah lembaga pelayanan publik yang tunduk pada norma dan asas pelayanan publik. Di antaranya, asas kehati-hatian dan akuntabilitas. Dalam perspektif tersebut, memang ada asas yang terlanggar. Yakni, asas kehati-hatian.
“Kalau dalam pelayanan publik ada kelalaian, tentu perlu tindakan-tindakan pengawasan dalam ruang lingkup yang masuk hukum administrasi negara. Nantinya, jika ada tindakan koreksi pun, jangan sampai mematikan fungsi rumah sakit. Sebab, itu justru akan merugikan masyarakat,” urainya.
Sementara itu, Ketua ADHKI M. Nasser menegaskan bahwa kasus tersebut bisa diproses secara hukum perdata. Sebab, jelas ada kelalaian di sana. Pihak rumah sakit tidak melakukan cek dan ricek pada gelang bayi. Karena itu, rumah sakit harus bertanggung jawab sesuai Pasal 1376 KUH Perdata.
’’Tentang membayar ganti rugi, sekiranya bisa dibicarakan secara kekeluargaan atau kemanusiaan,” tuturnya. (Slv)