Surabaya, Investigasi.today – Profil kemiskinan Surabaya 2023 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Surabaya mencatat adanya penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 0,07 persen. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menargetkan tahun depan bisa lebih banyak warga yang keluar dari garis kemiskinan karena dampak program padat karya.
Dalam profil kemiskinan 2023 yang dirilis 25 Oktober lalu disebutkan, penduduk miskin Surabaya berkurang dari 4,72 persen menjadi 4,62 persen. Dari 138.210 jiwa menjadi 136.370 ribu jiwa. Atau berkurang 1.840 jiwa.
Eri mengatakan, profil kemiskinan yang dirilis BPS Surabaya hanya memotret antara Maret 2022 hingga Maret 2023.
Sedangkan banyak program intervensi yang baru dimulai pada periode di luar survei tersebut. Misalnya, padat karya yang baru berjalan pada periode Maret 2023.
”Insya Allah, 2024 itu turunnya akan drastis. Saya berharap 2024 apa yang dilakukan lewat padat karya bisa mengurangi (kemiskinan itu),” katanya kemarin (30/10).
Tahun depan Eri optimistis angka kemiskinan yang dirilis bisa berkurang lebih banyak. Minimal berkurang 2 persen, bahkan di bawah itu. Sebab, banyak warga yang terserap di program padat karya. Selain itu, pemkot terus membuka padat karya baru untuk memberdayakan warga.
Selain itu, garis kemiskinan (GK) Surabaya juga naik. Kini GK Surabaya sebesar Rp 718.370 per kapita per bulan. Artinya, pengeluaran seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya selama sebulan jika kurang dari angka itu termasuk warga miskin.
Menurut Eri, salah satu masalah yang saat ini masih dicari solusinya adalah soal ketepatan data tersebut. Sebab, data itu masih memuat data domisili yang bukan Surabaya. Sehingga dinilai masih bias. Dia berharap adanya keterbukaan data.
Sebab, intervensi untuk warga bergantung pada data. Apabila data belum bisa dipilah, dia yakin masalah kemiskinan di Surabaya belum bisa tuntas. Bahkan, cenderung bertambah terus.
Sebagai solusinya, Pemkot Surabaya bisa berkoordinasi dengan daerah asal jika menemukan warganya yang kurang mampu berada di Surabaya.
”Sehingga bisa disampaikan yang orang Surabaya berapa dan luar Surabaya berapa. Tapi, BPS tidak bisa menyampaikan itu. Semoga tahun depan tidak rahasia lagi sehingga kepala daerah bisa menyelesaikannya masing-masing,” terangnya.
Kenaikan GK Tekan Inflasi
Statistisi Ahli Muda BPS Jatim Abdus Salam mengatakan, dengan kenaikan GK itu, salah satu yang bisa dilakukan daerah adalah menahan terjadinya inflasi.
Saat ini setiap daerah sudah memiliki tim pengendali inflasi daerah (TPID). Hal itu penting untuk menjaga harga komoditas tetap rendah. Sebab, kondisi setiap warga tidak sama dalam merasakan dampak inflasi.
”Katakan harga beras dari Rp 10 ribu menjadi Rp 15 ribu per kilogram. Orang dengan kelas menengah atas akan tetap bisa membeli meski harga naik. Namun, kelas menengah bawah akan mengurangi jumlah beras yang dibeli,” katanya.
Misalnya, kemampuan beli hanya seperempat kilogram. Maka, harganya Rp 3.750 per kilogram. Jika membeli di toko kecil, harganya tidak akan Rp 3.750, tetapi menjadi Rp 4.000. Artinya, kenaikan harga yang dialami warga kelas menengah bawah akan lebih tinggi lagi. (Laga)