Surabaya, investigasi.today) –
Mantan importir Blackberry pertama di Indonesia, Oen Lexsye Nota Ota Riani alias Alex lebih banyak menunduk selama majelis hakim pimpinan Mustofa membacakan vonis di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (28/6/2018).
Sesekali Alex yang juga menjadi terdakwa, melihat ke arah Majelis Hakim sambil mendengar uraian Hakim saat membacakan putusannya.
Dalam amar putusannya, Hakim Anne Rusiana menyebutkan hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Hal yang memberatkan terdakwa adalah merugikan orang lain. Sedangkan hal yang meringankan adalah terdakwa mengaku bersalah dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya.
“Menjatuhkan pidana selama 8 bulan penjara kepada terdakwa, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan,” ucap hakim Anne.
Sebelum menutup sidang, Anne bertanya kepada kedua terdakwa dan jaksa penuntut umum (JPU) terkait vonis ini. Anne juga mempersilakan terdakwa atau JPU melakukan upaya hukum lanjutan bila tidak terima putusan ini. Terdakwa dan JPU kompak menjawab masih perlu waktu untuk mengambil sikap, meski sebelumnya sempat mengajukan tuntutan 1 tahun penjara.
Sebelumnya Alex sempat membacakan pembelaannya. Dalam pledoinya Alex mengaku tak bersalah atas perbuatannya yang merugikan orang lain. Dia menyatakan hubungan hukum antara dirinya dengan Henky Sosanto murni kerjasama yang didasari kesepakatan bersama mendirikan Perseroan Terbatas.
Kendati hanya divonis delapan bulan, namun Alex masih belum benar-benar lega. Sebab asetnya berupa tiga bidang bangunan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun di ITC Depok masih belum aman.
Oen Lexsye Nota Ota Riani alias Alex bersama-sama dengan Tineke Vita Agustine Riani (berkas terpisah) didakwa Jaksa Damang Anubowo dari Kejari Surabaya dengan Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pada tanggal 25 September 2014 lalu mendatangi kantor Henky Soesanto cq PT. Bina Tower Sejahtera dijalan Danau Semayang No.139 Jakarta, mengajak kerjasama usaha jual beli handphone merek Apple dengan modal sebesar Rp 4,5 miliard.
Untuk kerjasama tersebut terdakwa memberikan jaminan bilyet giro dengan nilai total Rp 2,5 miliard dan cek kontan senilai Rp 500 juta serta 3 lembar sertifikat kepemilikan kios/toko yang ada di WTC Depok senilai Rp 4,5 miliard.
Tergerak dengan kerjasama itu, Henky kemudian secara bertahap tepatnya sebanyak 12 kali mentransfer dananya.
Namun setelah terdakwa terima dana, Alex tidak mengirim e-mail kepada korbannya Henky Soesanto untuk bisa menjalankan cek dan bilyet giro yang pernah diserahkan sebagai jaminan hutangnya.
Disamping itu terdakwa juga tidak pernah mengirimkan e-mail perincian pembelian handphone merk Iphone yang telah dijanjikan.
Lantas setelah korban Henky Soesanto bersama anaknya Felix Soesanto melakukan pengecekan ke beberapa supplier handphone yang pernah disebutkan oleh terdakwa, ternyata alamat dan supplier handphone tersebut adalah tidak ada atau fiktif.
Kemudian pada saat cek dan bilyet giro atas nama terdakwa Oen Lexsye Riani dan milik Tineke Vita Agistine Riani (berkas terpisah) yang digunakan jaminan hutang dicairkan, ternyata giro dan cek itu ditolak oleh pihak Bank karena warkat bilyet gironya diblokir pihak kepolisian karena dilaporkan hilang oleh pemiliknya di Polsek Pancoran Mas Kota Depok pada 12 Januari 2015.
Sedangkan jaminan 3 lembar sertifikat kepemilikan kios/toko yang ada di WTC Depok yang dikatakan oleh terdakwa bahwa nilainya sebesar Rp. 4,5 miliard setelah dilakukan pengecekan ternyata nilai riilnya hanya Rp 1,5 miliard.(Ml)