Sumenep, investigasi.today – Warga Sumenep berencana menaikkan kasus dugaan Pajak Bumi Bangunan (PBB) gratis di Kabupaten Sumenep, Madura, ke lembaga antirasuah di KPK. Hal ini dilakukan karena sejak ditangani Polda Jatim Tiga Tahun yang lalu, sampai saat ini selalu tarik ulur dan tidak ada titik terang.
Bupati Sumenep, A. Busyro Kariem pada kisaran tahun 2010 2011, membuat kebijakan yang menuai reaksi negatif dari pengamat dan publik. Pasalnya, kebijakan tersebut ditengarai sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan dan bisa saja masuk pada delik pidana korupsi karena tidak transparan dan terindikasi sebagai praktik gratifikasi.
Asep Irama, Ketua Umum Front Pemuda Madura (FPM) mengatakan “jika dugaan penyimpangan PBB gratis ini sebenarnya telah beberapa kali dilaporkan sejak 2015, bahkan beberapa pihak terkait juga sudah diperiksa, diantaranya kalangan Pemkab dan hampir semua Camat yang ada di Kabupaten Sumenep”, katanya.
“Bahkan pada 2015, FPM telah melaporkan kasus pajak gratis ini ke Mabes Polri. tapi sampai saat ini tidak ada titik-terang”, lanjutnya.
Front Pemuda Madura (FPM) akan terus berjuang untuk pengungkapan skandal ini dan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera mengambil alih kasus skandal keuangan pajak ini serta memproses pihak-pihak terkait yang terlibat didalamnya.
FPM juga siap membantu KPK untuk membeberkan fakta dan bukti soal kasus skandal pajak ini. Sebab FPM telah mengantongi beberapa bukti materil penyimpangan PBB gratis Sumenep sejak tahun 2010 hingga 2015.
“Bukti-bukti yang kami kantongi ini, telah dipersiapkan untuk membantu mengokohkan kajian pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Bupati Sumenep Busyro Kariem,” tuturnya.
Salah satu efek kebijakan PBB gratis tegas Asep, masyarakat menjadi enggan membayar pajak. Buktinya, tunggangan pajak pada tahun 2016 lalu mencapai 4,8 milyar. Bahkan, hingga Maret tahun ini, penarikan PBB di Kabupaten Sumenep ini hanya mencapai 22,8 persen atau Rp.1,9 milyar dari total target yang harus dibayar sebesar Rp. 6,4 milyar.
Seperti diketahui, pembebasan pajak oleh Pemkab Sumenep dibayar melalui dana talangan yang diduga bersumber dari Dana Bantuan Sosial (Bansos) dan sebagian lain diambil dari Alokasi Dana Desa (ADD).
Detailnya, modus pembebasan pajak ditalangi dari dana Bansos pada 2011, dan ADD pada 2012 sampai dengan 2015. Diperkirakan, kebijakan itu mengakibatkan kerugiaan negara sekitar 20 milyar lebih. Karena, meski masyarakat tidak ada yang bayar pajak bumi bangunan, namun bukti pembayaran PBB tetap keluar, dan masyarakat wajib pajak tidak pernah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
Target PBB di Kabupaten Sumenep pertahun sebesar Rp. 4,5 milyar, dengan rincian jumlah wajib pajak sebanyak 736 obyek dengan besaran tanggungan berkisar antara 6-10 ribu rupiah. Paska Pilkada Sumenep 2010 lalu, masyarakat enggan membayar PBB karena janji politik yang disampaikan Busyo Karim, bupati terpilih. PBB gratis ini sebenarnya mendapatkan penolakan dari pihak legislasi karena tidak memiliki panduan hukum konstitusi yang tegas.
Menurut Asep, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Dengan begitu, kebijakan PBB gratis, sejak pertama disampaikan hingga diberlakukan selama hampir 5 tahun, telah melanggar Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Apalagi, tanggungan PBB masyarakat wajib pajak dilakukan melalui mekanisme talangan dana Bansos dan ADD. Padahal, secara praktis, Bansos dan ADD murni bantuan untuk kemakmuran masyarakat,” papar Mahasiswa Hukum Universitas Bung Karno ini.
Wakil Sekretaris Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU), Djoko Edhi Abdurrahman juga mengatakan, kepala daerah yang dengan sengaja menggratiskan pajak adalah tindakan korupsi.
“Kebijakan pajak gratis dengan dalih apapun adalah tindakan abuse of power sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang KPK dan Tipikor,” kata mantan anggota Komisi III DPR ini.
Bahkan, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Achsanul Qasasih menyebut negara hidup dari pajak dan migas, sehingga upaya menggratiskan pajak dengan tanpa alasan yang jelas, adalah kekeliruan besar dan masuk pidana.
Menurut politisi Partai Demokrat ini, kepala daerah yang menggratiskan pajak tidak paham tentang tata kelola keuangan daerah.
“Pajak gratis di Kabupaten Sumenep ini merupakan skandal keuangan daerah terburuk yang dilakukan secara masif dan terstruktur yang terjadi di Indonesia”, tegasnya.(fathor/yus)