Tuesday, March 19, 2024
HomeBerita BaruJatimSaatnya Merekonstruksi Kembali Sejarah Perjalanan Bangsa

Saatnya Merekonstruksi Kembali Sejarah Perjalanan Bangsa

Oleh : Sultan Patrakusuma VIII
MALANG, Investigasi.Today – Sejarah kekuasaan dan apa yang telah diakibatkannya dalam kehidupan antar manusia dari masa ke masa, adalah bagaikan benang kusut. Kekusutan itu berawal mungkin saja masih bisa ditelusuri, namun karena begitu sulitnya,sehingga ia cenderung tak bisa lagi diketemukan. Mencari ujung yang satu lagi, pun tak kalah sulitnya.

Sejarah telah menunjukkan betapa terkait erat dengan kegagalan manusia mengelola kekuasaan, sejumlah peradaban silih berganti, dan bagaimana merekonstruksi kembali pola pikir yang merujuk pada konstruksi moral untuk membangun kembali bangsa ini.

Sejarah telah menunjukkan betapa terkait erat dengan kegagalan manusia mengelola kekuasaan, dan saat ini tontonan tersebut telah dan sedang berlangsung. Pada sejarah perjalanannya, saat ini, pun ditandai berbagai kegagalan system penyelenggaraan Negara, kegagalan doktrin globalisasi dan kerjasama regional maupun kegagalan system keuangan.

Sebuah pertanyaan, akan menari nari dalam benak kita, apakah seluruh system itu akan mampu mengantarkan keadilan, kedamaian dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia ? Dan bukannya menjadi problem solver, tetapi justru malah menjadi problem maker.

Untuk menguraikannya,diperlukan telaah tentang sejarah ide-ide politik besar di masa lalu, sebagai pondasi yang membentuk peradaban manusia, serta asumsi-asumsi yang digunakan pada masanya dan relevansinya dengan kondisi saat ini, maupun masa depan. Dan sejarah mencatat, betapa manajemen politik pada sejarah kekuasaan di masa lalu ( kerajaan, kesultanan ) mampu menjadi ‘ruang’ perekat dari keberagaman cara pandang dalam berbangsa dan bernegara.

Sistem manajemen politik di masa lalu (jaman Kerajaan dan Kesultanan), menekankan prinsip pelayanan, pengabdian yang berpihak pada kepentingan rakyat. Esensi politik yang menekankan pada pelayanan bukan kepentingan individu atau kelompok. Pun demikian, pendekatan yang dilakukan pendekatan budaya, pendekatan kearifan. Sangat jauh berbeda dengan system politik yang dianut saat ini yang lebih menekankan pada pendekatan kepentingan dan mengabaikan nilai-nilai moral.

Dua sisi yang sangat jauh berbeda. Pusat kekuasaan masa lampau ( kerajaan, kesultanan ) jauh dari kontroversi, sementara pusat kekuasaan saat ini, tersandera oleh kepentingan-kepentingan politik partai-partai. Miris memang, namun itulah kenyataan yang sesungguhnya terjadi.

Pendek kata, manajemen yang dijalankan dalam sistem pemerintahan sekarang, bukan lagi berdasar acuan dan peraturan maupun fatsoen politik, tapi justru mengesampingkan nilai-nilai manajemen yang mengacu pada keluhuran budaya. Transformasi budaya dalam system dan manajemen politik kita, gagal total.

Adanya anggapan bahwa politik sungguh kejam tidaklah keliru. Politik sangat berisiko dan mengarah pada ketentuan yang tidak mengenal halal dan haram, benar atau salah, sehingga bisa berakibat terjadinya gesekan, maupun ruang penghakiman yang tidak mengenal siapapun, baik itu di luar maupun di dalam, bahkan sekalipun di keluarganyan sendiri.

Bila kita ingin membangun kembali politik moral untuk memperkokoh konstruksi kebangsaan kita, maka dibutuhkan kemauan untuk merekonstruksi kembali system politik, atau setidaknya membatasi banyaknya partai politik. Pemerintah juga dituntut untuk konsisten dengan membatasi banyaknya partai politik yang ujungnya hanya dianggap negative secara public, atau tidak mendapat legitimasi publik.(Utsman)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment - (br)

Most Popular