Surabaya, investigasi.today – Sekdaprov Jatim, Dr. H. Akhmad Sukardi, MM meminta pelaksanaan reforma agraria melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat. Hal ini penting dilakukan mengingat pemerintah daerah mulai dari bupati hingga kepala desa lebih memahami persoalan yang ada di daerah/wilayahnya.
“Pusat harus mengantisipasi betul, untuk urusan kemasyarakatan, daerah lebih tahu kebutuhan masyarakatnya, sesuai dengan prinsip otonomi daerah,” kata Sukardi, sapaan lekat Sekdaprov Jatim saat membuka Pra Rembuk Nasional Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial untuk Keadilan Sosial di Ruang Bhinaloka Adhikara, Kantor Gubernur Jatim, Jalan Pahlawan 110 Surabaya, Jum’at (9/3).
Sukardi mengatakan, pemeritah pusat dan daerah harus bergandeng tangan dan duduk bersama membicarakan masalah ini secara bersama-sama. Sehingga ketika ada permasalahan, jangan hanya menyalahkan daerah, tanpa diajak berbicara.
“Terkadang bila berbicara kebijakan itu urusan pusat, tapi ketika muncul masalah kemudian menyalahkan daerah,” katanya.
Ia berharap pelaksanaan reforma agraria terutama perhutanan sosial di Jatim harus jelas, jangan sampai orang-orang yang tidak berhak malah memperoleh bagian, dan sebaliknya, orang yang berhak justru tidak dapat. Ia juga meminta kepada masyarakat yang mendapatkan amanah dari pemerintah untuk memanfaatkan dengan baik, bukan kemudian dijual ke pihak lain.
Dalam bidang perhutanan sosial ini, lanjutnya, rakyat diberikan hak akses lahan untuk dimanfaatkan sesuai bidang usaha kehutanan selama 35 tahun, dan akan dievaluasi setiap lima tahun. Lahan ini tidak dapat diperjualbelikan dan dipindah tangankan secara komersial.
“Nanti setiap lima tahun akan dilakukan evaluasi. Aturan yang ada juga harus ada back up-nya. Jangan sampai hutan berubah fungsi, bila ini terjadi, bisa-bisa Jatim dilanda banjir,” terang Sukardi.
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan, Agung Hardjono mengatakan, reforma agraria merupakan salah satu pilar dari kebijakan pemerataan ekonomi yang dilakukan pemerintah.
Kebijakan reformasi agraria ini bertujuan menciptakan dan mempercepat pemerataan akses serta distribusi aset sumber daya hutan, mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah, menyelesaikan konflik tenurial (penguasaan lahan) di kawasan hutan, serta mengurangi kemiskinan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan.
Reformasi agraria ini dilaksanakan melalui dua skema. Pertama, penyediaan tanah pemerintah (redistribusi lahan) serta melegalisasi aset lahan. Termasuk pelepasan 4,1 juta hektar yang sudah siap didistribusikan ke masyarakat. Kedua, perhutanan sosial, yakni dengan meningkatkan askes masyarakat untuk ikut mengelola hutan. Diantaranya melalui hutan masyarakat, hutan desa, hutan adat dan hutan tanaman rakyat.
Melalui pra rembuk ini, ia berharap ditemukan solusi dan masukan dalam pelaksanaan reformasi agraria. “Kami perlu dukungan semua pihak termasuk pemerintah daerah dalam upaya mempercepat reforma agraria untuk kemakmuran masyarakat,” katanya.
Pra rembuk nasional ini dihadiri oleh Wakil Sekjen PBNU, Imam Pituduh. Dalam pra sembuk ini akan diisi dengan serangkaian diskusi diantaranya tentang mekanisme dan tata cara pelaksanaan legalisasi dan redistribusi Tanah Obyek Reformasi Agraria/TORA oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, serta mekanisme dan tata cara pelaksanaan program perhutanan sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (yit)