Prof. Salim Said
JAKARTA, Investigasi.Today – Terkait wacana penggunaan UU Terorisme untuk menjerat penyebar hoax dan ujaran kebencian yang dilontarkan Menko Pulhukam Wiranto dinilai terlalu berlebih-lebihan, dan bisa menimbulkan persoalan baru. Hal tesrbut disampaikan oleh pakar politik Prof. Salim Said usai diskusi publik di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (23/3).
“Kalau dijerat dengan UU Terorisme, itu kan ditindak oleh Densus 88. Terus polisi-polisi biasa kerjanya apa?” ungkapnya.
Prof Salim menegaskan bahwa dirinya tidak setuju dengan wacana Wiranto terkait penggunaan UU Terorisme yang akan diterapkan untuk menjerat pelaku hoax, karena akan menghilangkan peran dari aparat kepolisian selain Densus 88.
“Pelaku hoax itu kan kalau ada orang yang mengadu, kalau enggak ada orang yang mengadu ya masa ditangkap, masa dianggap teroris?” jelasnya.
Lebih jauh Prof Salim menuturkan penyebar hoax dan pelaku teror memiliki dua makna yang berbeda secara filosofis. Dengan demikian pelaku teror tidak bisa disamakan dengan penyebar hoaks.
“Soal hoax ini kan fenomena baru, barang baru. Itu menunjukkan ada yang enggak beres dalam masyarakat kita,” tandasnya.
Bahkan Prof Salim memprediksi, setelah Pemilu fenomena hoax tidak akan berhenti. Karenanya, perlu juga dirkursus tentang definisi hoax secara filosofis. “Jadi jangan dikira bulan depan setelah Pemilu, itu enggak ada, masih ada, dan akan berubah. Penyebaran kebencian saja harus dirumuskan dengan baik. Jangan karena mengritik lalu dianggap menyebarkan kebencian. Itu harus diputuskan di depan hakim (pengadilan),” tegasnya.
Prof Salim menilai wacana Menko Polhukam Wiranto tersebut terlalu berlebihan dan sarat dengan muatan politis karena menjelang Pemilu 2019. “Wacana tersebut terlalu berlebihan dan terkesan bernuansa politis, pak Wiranto itu orang baik. Dia enggak ngerti apa yang dikatakan, itu aja,” pungkasnya. (Ink)