Jakarta, investigasi.today – Penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pemeriksaan terhadap Komisaris PT Dosni Roha Logistik (DRL), Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo, yang dikenal juga sebagai Rudy Tanoe.
Pemeriksaan ini terkait peran DRL dalam dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial beras untuk Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan di Kementerian Sosial pada tahun 2020-2021.
Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo, sebagai saksi, hadir dan dimintai keterangan terkait kerja sama antara perusahaannya dengan PT BGR (Bhanda Ghara Reksa) Persero untuk mendapatkan distribusi bantuan sosial. Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, menyampaikan informasi ini saat dikonfirmasi di Jakarta pada hari Kamis (14/12).
Ali Fikri belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai temuan yang ditemui oleh tim penyidik KPK selama pemeriksaan terhadap Rudy Tanoe di Gedung Merah Putih KPK pada hari itu.
Setelah selesai diperiksa sekitar pukul 14.00 WIB, Rudy Tanoe memilih untuk bungkam dan meninggalkan Gedung Merah Putih KPK dengan pengawalan dari pengawal pribadinya tanpa memberikan komentar mengenai pemeriksaannya oleh penyidik KPK.
Sebelumnya, Rudy Tanoe seharusnya diperiksa sebagai saksi pada Rabu (6/12) terkait kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial, tetapi pada saat itu, beliau tidak hadir dalam pemeriksaan tersebut.
Rudy Tanoe adalah kakak dari Ketua Umum Partai Perindo, Hary Tanoesoedibjo.
Dalam perkembangan kasus ini, KPK telah menahan enam orang tersangka, termasuk Dirut PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) Persero periode 2018-2021 M. Kuncoro Wibowo, mantan Direktur Komersial PT BGR Persero Budi Susanto, dan mantan Vice President Operasional PT BGR Persero April Churniawan.
Selain itu, terdapat Direktur Utama Mitra Energi Persada/Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada tahun 2020 Ivo Wongkaren, Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada Roni Ramdhani, dan General Manager PT Trimalayan Teknologi Persada Richard Cahyanto yang juga ditahan.
Penyidik KPK menduga perbuatan para tersangka tersebut telah menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp127,5 miliar.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Ink)