Saturday, July 5, 2025
HomeBerita BaruHukum & KriminalMerasa Dikriminalisasi Keterangan Palsu Data Otentik, Pasutri Lapor ke Komisi Yudisial dan...

Merasa Dikriminalisasi Keterangan Palsu Data Otentik, Pasutri Lapor ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung

Surabaya, Investigasi.today – Merasa dikriminalisasi atas kasus penahanan pasangan Suami Istri Henry J Gunawan yang diduga memberikan keterangan palsu dalam data otentik.

Henry J Gunawan selaku bos pengelola pasar turi baru ,PT. Gala Bumi Perkasa , beserta sang isteri Iuneke Anggraini akan melaporkan dugaan kriminalisasi ini ke Mahkamah Agung serta Komisi Yudisial.

Pernyataan ini disampaikan Masbuhin selaku penasehat hukum Henry pada jumpa pers di sebuah rumah makan di kawasan Jalan Ahmad Yani Surabaya, Senin (30/09) kemarin.

Menurut Masbuhin mengklaim , klienya tersebut menjadi korban kriminalisasi aparat penegak hukum, sejak kasusnya bergulir di kepolisian. Hingga akhirnya bos Gala Bumi Perkasa itu harus mendekam di Rutan Medaeng.

Menurut Masbuhin, Henry J Gunawan dan isterinya ditahan untuk sebuah kasus yang tidak masuk akal dan penuh kesesatan dalam penerapan hukumnya.

” Henry J Gunawan menyebut dirinya sebagai suaminya Iuneke Anggaraini, dan sebaliknya, Iuneke Anggraini menyebut dirinya sebagai isterinya Henry J Gunawan dalam sebuah akta notaris telah menyebabkan mereka berdua ditahan di Rutan kelas I Surabaya sejak tanggal 19 September 2019 lalu, dan sebentar lagi perkaranya akan disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya.

Henry dan isterinya yang dituding melakukan perbuatan sebagaimana dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP ini jelas menyimpang dan tidak nyambung. Sebab keduanya merupakan benar-benar sebagai pasangan suami isteri yang sah sejak tahun 1998, dan telah dikarunia tiga orang anak.

Lebih tidak masuk akal lagi, ternyata yang disangkakan dalam kasus ini, bukan pada persoalan isi kebenaran Akta Notaris (baca : Akta Pengakuan hutang) tersebut, tetapi hanya frase kata “suami dan isteri”, yang tidak ada hubungannya dengan maksud dibuatnya Akta Notaris tersebut, serta Pelapornya juga tidak ada hubungannya dengan status suami-isteri Henry J Gunawan maupun Iuneke Anggraini, atau tidak memiliki legal standing yang menyebabkan Pelapor rugi dengan perkawinan yang terjadi antara Henry J Gunawan dan isterinya, sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 266 ayat (1) KUHP tersebut.

” Jadi antara Pasal dengan perbuatan yang disangkakan atau didakwakan seperti Joko Sembung alias Tidak Nyambung,” tandasnya.

Masbuhin menambahkan, Henry J Gunawan dan isterinya menikah secara sah menurut adat, agama dan kepercayaan masing-masing pada tanggal 10 Mei 1998 lalu, dan Akta Notaris (Akta Pengakuan Hutang) yang terdapat frase kata “suami-isteri” dibuat pada bulan Juli 2010, sementara akta perkawinan pencatatan sipil mereka berdua baru terbit pada bulan November 2011 lalu.

Diketahui Henry J Gunawan dan isterinya, pada tanggal 30 Oktober 2018 lalu, dilaporkan oleh seorang bernama Drs. Iriyanto dihadapan Polrestabes Surabaya, karena diduga “melakukan tindak pidana memberikan keterangan palsu kedalam akta otentik, dalam bentuk penyebutan dirinya sebagai suami Iuneke Anggaraini dan penyebutan Iuneke Anggraini sebagai isteri Henry J Gunawan”, hanya karena yang bersangkutan belum mencatatkan perkawinannya dihadapan Kantor Catatan Sipil Kota Surabaya pada saat itu, dan perkawinannya baru dilakukan secara adat, agama dan kepercayaan masing-masing, telah mengantarkan pasangan suami isteri ini mendekam dipenjara karena diduga melanggar pasal 266 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Laporan Pidana Drs. Iriyanto tersebut tertuang dalam Tanda Bukti Laporan Polisi Nomor : LP/B/1111/X/2018/JATIM/RESTABES SBY, yang atas laporan tersebut, pada saat pelimpahan berkas perkara (Tahap II) ,Henry J Gunawan dan isterinya di Kejaksaan Negeri Surabaya pada hari Kamis, tanggal 19 September 2019, Henry J Gunawan dilakukan Penahanan oleh Kejaksaan Negeri Surabaya. Padahal pada saat Penyidikan di Polrestabes Surabaya, Baik Henry J Gunawan dan isterinya tidak ditahan, dan mereka berdua sangat kooperatif.

” Lebih mengherankan lagi, setelah kami meyampaikan laporan dan permohonan perlindungan hukum atas kasus Henry J Gunawan dan Isterinya kepada Jampidum Kejagung RI di Jakarta, yang atas laporan tersebut, Jampidum Kejagung RI telah memerintahkan untuk dilakukan ekspose perkara Henry J Gunawan dan isterinya di Kantor Kejagung RI pada hari : Selasa, tanggal 24 September 2019, tiba-tiba dengan secepat kilat sebelum ekspose perkara di Kejagung dilakukan, Berkas perkara Henry J Gunawan dan isterinya dilimpahkan oleh Kejaksaan Negeri Surabaya ke Pengadilan Negeri Surabaya,” bebernya.

Anehnya, di Pengadilan Negeri Surabaya, sebelum pelimpahan berkas Perkara Henry J Gunawan dan isterinya terjadi, terdapat Oknum Hakim Pengadilan Negeri Surabaya berinisial AR, yang pada tahun 2018 lalu menjadi Ketua Majelis Hakim yang mengadili Henry J Gunawan dalam kasus Pasar Turi, dan mengalami protes dan demo, diduga melakukan inden (booking) dan permintaan agar perkara Henry J Gunawan dan isterinya, yang bersangkutan Hakim AR, meminta sebagai anggota Majelis yang akan memeriksa dan mengadili Henry J Gunawan dan isterinya tersebut.

” Prilaku oknum Hakim AR ini tentu menyalahi tugas, fungsi dan ethics of conduct nya sebagai Hakim, dan dapat diduga Proses peradilan kasus Henry J Gunawan dan isterinya ini, pasti hanya akan menjadi bahan “lelucon” dan “bulan-bulanan” di Pengadilan Negeri Surabaya, karena diduga telah terjadi konspirasi, massif, sistematis dan terstruktur mulai hulu sampai hilir untuk

melakukan pembunuhan karakter terhadap Henry J Gunawan, isterinya dan anak-anaknya yang masih kecil,” imbuhnya.

Untuk itu, pada Kamis, 26 September 2019 pihaknya telah melayangkan nota protes kepada Ketua Pengadilan Negeri Surabaya untuk menganti formasi Majelis Hakim dengan tidak melibatkan oknum Hakim AR dalam pemeriksaan Kasus Henry J Gunawan dan isterinya tersebut.

Dugaan kosnpirasi massif, terstruktur dan sistematis dalam kasus Henry J Gunawan dan Isterinya ini, akan dilaporkan kepada Ketua Mahkamah Agung RI di Jakarta, Komisi Yudisial RI di Jakarta dan Bapak Dr. H.Herri Swantoro, SH.MH selaku Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Timur yang baru saja dilantik.

Sementara saat dikonfirmasi terkait dugaan kriminalisasi yang dilakukan penegak hukum, humas Pengadilan Negeri Surabaya Sigit Sutriono menyatakan penunjukan Hakim sudah sesuai ketentuan yang berlaku, dalam hal ini Majelis Hakim ditunjuk oleh ketua PN atau wakil ketua PN.

“Ya, sudah diterima dan sudah ditetapkan Majelisnya, yaitu pak Dwi Purwadi sebagai ketua Majelisnya, sidang akan diadakan hari Kamis tanggal 3 Oktober 2019. Penunjukan Majelis Hakim itu wewenang ketua dan wakil ketua Pengadilan Negeri Surabaya. Ya kalau nggak ada pembagian tugas ya ketua , kalau dilimpahkan ke Bu wakil ya bu Wakil yang menunjuk. Hakim tidak boleh memilih”, ujar Sigit. (Sri).

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -



Most Popular